Kejaksaan harus memiliki komitmen kuat untuk berbenah diri. Menurut Ninik, beberapa langkah bisa dilakukan korps adhyaksa tersebut. Salah satunya, merekonstruksi sistem rekrutmen jaksa. Penjaringan tersebut mestinya tidak hanya mengedepankan intelijensi calon jaksa, tapi juga integritas. ”Yang harus dibenahi adalah sistemnya,” paparnya.
Sistem yang baik, lanjut Ninik, nantinya akan melahirkan jaksa yang berintegritas. Pembenahan itu juga memberikan harapan positif bagi masyarakat yang saat ini cenderung pesimistis dengan penegakkan hukum. ”Sistemnya bisa melahirkan pemimpin (kejaksaan, Red) yang baik juga,” imbuhnya.
Bagian lain, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menuturkan, minimnya pengungkapan kasus pungli di tubuh Korps Ahdyaksa itu bisa karena dua sebab. Yakni, saking bersihnya lembaganya atau justru sulit mengusutkan karena saling menyandera. ”Dua itu kemungkinannya,” jelasnya.
Menurutnya, yang pasti harusnya Satgas Saber Pungli lebih terbuka untuk mengumumkan perkara pungli ke masyarakat. ”Masyarakat itu berhak untuk mengawasi kerja penegak hukum. Ini bentuk pertanggungjawaban pada masyarakat sebagai pembayar pajak,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi menjelaskan, jumlah pengungkapan kasus pungli yang sedikit itu bukan karena lembaganya bersih. Namun, bisa jadi karena lembaganya tidak serius dalam kasus pungli di internal. ”Beda antara kepolisian dan Kejagung,” jelasnya.
Menurutnya, hanya satu solusi untuk mempercepat perbaikan kinerja di Kejagung, yakni Jaksa Agungnya harus diganti. ”Ganti Jaksa Agungnya dengan yang lebih mampu,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M. Rum saat dikonfirmasi justru me-reject handphonenya. Pesan singkat yang dikirim juga tidak dibalas. (idr/tyo/rie)