Mey memaparkan, fashion show yang diselenggarakan FTL Moda tersebut bukan event fashion sembarangan. Pergelaran itu memang ditujukan untuk perusahaan-perusahaan fashion guna menunjukkan produk mereka. Bagi desainer yang tampil, event tersebut bisa menjadi peluang untuk menjalin kerja sama dengan buyers (pembeli).
Karena itu, rancangan Yurita yang mengedepankan busana ready-to-wear (siap pakai) sangat cocok ditampilkan dalam NYFW. ”Yang jadi masalah, ukuran model di Indonesia dan di AS kan beda. Jadi, Yurita harus membuat lagi baju-baju berbahan kain ikat NTT dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran model AS,” jelasnya.
Yurita mengaku cukup kaget menerima kabar harus menyiapkan baju-baju baru dalam waktu singkat. Dia diminta menyiapkan koleksinya dalam dua minggu sebelum dikumpulkan ke pihak penyelenggara.
Dia harus membuat 12 baju berbahan kain ikat NTT dalam dua pekan. Yurita pun harus mengerahkan seluruh tenaga siang dan malam. Apalagi, 12 baju itu harus bisa mewakili 22 kabupaten/kota di NTT yang punya motif berbeda-beda. ”Alhamdulillah, saya banyak dibantu Julie Laiskodat, pemilik butik kain ikat NTT,” ungkapnya.
Dan, hari yang ditunggu pun tiba. Rancangan Yurita tampil pada hari ketiga NYFW. Dua belas baju koleksi spring-summer Yurita akhirnya bisa berjalan di runway Kota Big Apple. Respons para penonton -di antaranya para pengusaha fashion– pun sangat menggembirakan. ”Ini pengalaman pertama saya dan alhamdulillah tim penyelenggara bekerja dengan cepat serta efisien. Saya dan Yurita bangga bisa hadir di NYFW membawa kain otentik dari Indonesia,” ungkap Mey.
Tugas berikutnya, Mey harus bisa menjual kain ikat NTT ke dunia internasional. Hal itu pun tidak mudah. Banyak prasyarat yang harus dipenuhi dengan standar internasional.
Lain Yurita, lain pula Arie Untung. Presenter yang mulai memproduseri film itu akan dibawa Mey ke AS dengan film karyanya. Tidak main-main, Arie bakal mengikuti Festival Film Asia di Atlanta, 7 Oktober nanti.
Itulah obsesi Mey yang terpendam sejak diboyong keluarganya untuk tinggal di Greenvile pada 2004. Dia ingin kedudukan Indonesia bisa sama dengan negara-negara asing lainnya di tempat tinggalnya kini. Setidaknya, sama dengan negara tetangga Thailand yang sudah dikenal luas oleh masyarakat AS.