Dua Mahasiswa ITS Rancang Lima Stadion untuk Piala Dunia 2026

Nah, saat menunggu itulah, dua pemuda tersebut mengaku deg-degan dan grogi. Maklum, mereka belum pernah melakukan presentasi di depan pejabat, apalagi pejabat yang langsung berhubungan dengan rancangan mereka.

Di ruangan khusus, Jafni dan Fikri langsung meminta Imam Nahrawi untuk menyaksikan video rancangan lima stadion itu. Sambil menonton, Jafni dan Fikri bergantian menjelaskan gambar stadion-stadion tersebut.

Imam tampak kagum melihat kreativitas dua anak muda tersebut. ”Ini karya kalian berdua?” ujar Imam seperti tidak percaya. ”Hebat. Bagus. Boleh nanti saya putar di kantor Kemenpora?” pintanya, lalu disambut senyum gembira oleh Jafni dan Fikri. ”Terima kasih apresiasinya, Pak,” tutur Jafni.

Bukan hanya itu. Mereka juga berhasil mengulur-ulur waktu presentasi. Dari yang semula hanya lima menit menjadi sekitar setengah jam. Selama itu Jafni dan Fikri menjelaskan secara terperinci rancangan mereka yang diberi judul Karya Istimewa untuk Indonesia Merdeka. ”Kata Menpora, rancangan kami ini sesuai dengan keinginan dan cita-cita beliau,” ujar Jafni.

Menpora seketika langsung meminta softcopy video dan gambar rancangan stadion-stadion itu. Yakni, 5 rancangan stadion baru dan 7 stadion lama yang direnovasi. Stadion-stadion tersebut tersebar di sembilan kota besar di Indonesia. Yakni, Makassar, Bali, Semarang, Jogjakarta, Jakarta, Banjarmasin, Medan, Pekanbaru, dan Bandung. Setiap rancangan mengambil ciri khas budaya daerah setempat.

Jafni mencontohkan desain stadion di Bali yang diberi nama Mayadenawa Stadium. Lokasinya di kawasan Benoa. Mahasiswa 21 tahun tersebut menjelaskan bahwa Mayadenawa Stadium berkapasitas 58.300 orang. Keunikan desain stadion tersebut terletak pada bagian atap. Bentuk atap Mayadenawa Stadium menyerupai gerakan tangan para penari kecak. ”Gelombang-gelombang di atap ini seperti kumpulan tangan penari kecak,” ujar Jafni.

Lain lagi dengan stadion di Makassar, Sulawesi Selatan. Atap stadion yang diberi nama Sultan Hasanuddin Sport Complex tersebut menyerupai atap rumah adat Toraja. ”Jadi, para pengunjung stadion nanti bisa belajar tentang keberagaman budaya Indonesia,” terang mahasiswa kelahiran Jombang, 25 Agustus 1995, tersebut.

Selain itu, desain stadion mereka ramah lingkungan. Misalnya, stadion di Semarang. Seluruh atap stadion menggunakan panel surya yang dapat menghasilkan aliran listrik sebesar 10 ribu kWh. Dengan begitu, masyarakat sekitar stadion dapat memanfaatkannya.

Tinggalkan Balasan