Menurutnya warung-warung itu berada di pinggir jalan. Biasanya terdapat distribusi-distribusi yang nakal sambil menjual miras. Hal ini, dia menganggap jelas melanggar izin.
Dia menjelaskan, di Kota Bandung yang memiliki izin hanya beberapa saja. Seperti restoran, hotel atau minimarket. Hal ini, guna tidak membuat resah masyarakat. ”Tempat-tempat ini kan ramai, jadinya yang minum akan menjaga etika,” ungkapnya.
Sementara persoalan perizinan itu sendiri, kata dia, diserahkan kepada Disperindag Kota Bandung. Prihal rincian izinnya, kata dia, sudah diatur jelas di peraturan daerah tentang miras Kota Bandung. ”Kita akan tertibkan kembali miras-miras yang ilegal, agar mereka jera,” pungkasnya.
Sementara itu, Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan UMKM Kota Bandung menyatakan, perizinan minuman beralkohol hanya membutuhkan waktu seminggu. Hal tersebut dengan catatan berbagai persyaratan bisa langsung terpenuhi.
”Asalkan semua syarat sudah siap, kita siap proses,” ungkap Kepala Diskoperindag Kota Bandung Erik M. Taurik.
Erik menggarisbawahi, izin tersebut hanya untuk hotel bintang tiga hingga lima, restoran internasional, pub dan karoeke. Sebab, penjualan minuman beralkohol ini tidak sembarang dijual.
Saat ini, lanjut dia, Kota Bandung sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) terkait minuman beralkohol. Hal itu diatur dalam Perda Kota Bandung No. 11/2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Dia mengatakan, hingga Agustus 2016, data Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (ITPMB) yang telah terbit di Kota Bandung sebanyak 263 unit. Rinciannya terdiri atas 87 pub karaoke, 63 hotel dan 113 restoran.
Berdasarkan informasi yang himpun, perda terkait miras dibuat ketika Dada Rosada menjabat sebagai Wali Kota Bandung. Dalam perda tersebut, Pemkot Bandung hanya berwenang mengatur peredaran, penjualan minuman beralkohol golongan B dan golongan C.
Sedangkan, mengacu pada Keppres No. 3/1997, minuman beralkohol golongan B adalah minuman dengan kandungan alkohol atau etanol 5-20 persen seperti wine (9-18 persen) atau minuman anggur untuk obat (9-18 persen). Sedangkan golongan C adalah minuman dengan kadar alkohol 20-55 persen seperti brandy, whisky, cognac, vodka dan lainnya.
Sementara itu, minuman beralkohol golongan A yang diperjualbelikan secara umum, tidak termasuk sebagai barang dalam pengawasan. Sehingga merupakan barang bebas baik dari sisi produksi, pengedaran, dan penjualan. Minuman beralkohol golongan A adalah minuman dengan kadar alkohol atau etanol 1-5 persen, contohnya bir. (nit/rie)