Sarmini, Pencetak Hafiz dan Hafizah yang Metodenya Banyak Diadopsi

Anak yang belajar di rumah Sarmini pun semakin banyak. Hanya dalam beberapa bulan, siswanya sudah mencapai 15 anak. Saat itu dia tinggal di rumah kontrakan berukuran 5 x 6 meter di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dia mengontrak dua kamar.

Setelah banyak anak yang belajar di rumah itu, Sarmini menyewa satu kamar lagi. Siswa tersebut juga menetap di rumah Sarmini. Mereka banyak berasal dari luar Jakarta. Misalnya Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Jogjakarta, dan Kalimantan Timur. ”Mereka mendapat informasi dari mulut ke mulut. Banyak yang anak teman saya,” kata perempuan yang punya hobi traveling itu.

Walaupun tinggal di rumah kontrakan, para siswa tetap bersemangat. Orang tua siswa juga percaya dengan Sarmini. Semakin hari siswa yang mendaftar bertambah banyak. Akhirnya dia pun menerima tawaran seorang teman untuk pindah ke rumah yang ditempati kini bersama para santri di Kampung Rambutan.

Setahun di sana, Markaz Quran Utrujah menggelar wisuda perdana untuk siswa angkatan pertama sebanyak 15 siswa. Dalam usia belia, mereka sudah hafal Alquran. Ada yang dalam waktu 10 bulan sudah hafal 30 juz. Padahal, rata-rata mereka masih berusia 6 , 7, 8, dan 9 tahun. Yang paling kecil berusia 6 tahun.

Seusai wisuda perdana, semakin banyak siswa yang mendaftar. Namun, ujar Sarmini, pihaknya tidak bisa menerima banyak siswa. Sebab, tenaga pengajarnya terbatas. Hanya enam orang. Karena itu, banyak yang akhirnya masuk waiting list. ”Yang waiting list sampai 50 orang,” ucapnya.

Seleksi masuk Markaz Quran Utrujah memang ketat. Calon siswa harus mampu membaca Alquran dengan lancar dan pernah satu kali khatam Alquran. Setelah wisuda pertama itu, Sarmini kemudian mendirikan Markaz Quran Utrujah untuk siswa laki-laki yang berlokasi tidak jauh dari tempat santri perempuan. Saat ini siswa di setiap tempat itu sekitar 40. Para siswa berasal dari berbagai daerah: Jawa Timur, Jogjakarta, dan Kalimantan Timur.

Selain menghafal Alquran, para siswa diajari bahasa Arab. Juga life skill alias keterampilan untuk menunjang hidup mereka kelak. Yang terlihat Senin siang dua pekan lalu itu misalnya. Beberapa santri tampak mengangkat keranjang besar yang berisi pakaian basah.

Tinggalkan Balasan