ESENSI perintah puasa oleh Allah SWT mendorong manusia mengenal dirinya. Agar manusia bisa lebih baik sebelum dilaksanakan ibadah puasa dengan menjalankan ibadah yang sebenar-benarnya.
Berkaca dari perkembangannya saat ini, banyak dari masyarakat yang belum mengetahui penyataan hadis prihal tawadhu. Padahal jika kita mengerti secara benar, maka manusia bisa dipastikan akan selalu melaksanakan perintahnya.
Secara natural kalau ada manusia yang mengenal siapa dirinya dipastikan dia juga akan mengenal siapa Tuhannya. Sehingga akan mengatahui pula kewajiban dirinya atas Tuhannya ataupun sebaliknya.
”Nah kalau manusia telah mengenal siapa dirinya maka dalam agama Islam yang demikian ini disebut tawadhu atau dalam bahasa Sunda handap asor dan rendah hati,” ucap Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Jika diharfiahkan, tawadhu artinya sikap rendah hati. Sikap ini adalah sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Kebaikan yang dikaruniakan Allah Swt padanya baik berupa harta, kepandaian, kecantikan fisik, dan bermacam-macam karunia Allah Swt. lainnya tidak membuat dirinya lupa. Orang yang bersikap tawadhu senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya adalah milik Allah Swt semata.
Oleh sebab itu, seorang yang tawadhu tak akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan Allah Swt kepadanya. ”Cara bicara orang yang tawadhu senantiasa lembut dan merendah sekaligus mempunyai rasa percaya diri yang kuat,” kata dia.
Kemudian, dia selalu berusaha berbuat yang terbaik tanpa ingin kebaikannya diketahui orang lain. Dia lebih suka menyampaikan kebaikan orang lain walaupun kebaikannya jauh lebih banyak. Tidak tersinggung apalagi marah saat orang lain menyampaikan keburukannya kepadanya.
”Istigfar menghiasi bibirnya jika ada kritikan kepadanya. Bukan sebagai pemanis bibir, melainkan muncul dari hati yang merasa lalai atau tidak berhati-hati sehingga ada salah yang tanpa sengaja dia lakukan,” urainya.
Tawadhu sangat memungkinkan untuk diaplikasikan dalam keseharian. Rasa rendah diri berasal dari ketidakmampuan memandang dirinya dan orang lain dengan benar. Ketidakmampuan itu menyebabkan orang yang rendah diri salah menilai dirinya sebagai tidak baik, tidak mampu, tidak tampan atau cantik, atau tidak pantas.