Upaya Handoko Gani Populerkan Ilmu Pendeteksi Kebohongan

Celakanya, sebagian HRD justru kerap melakukan kesalahan dalam mendeteksi kebohongan. Mereka hanya menilai berdasar tanda-tanda yang telah sering dipelajari si pelamar kerja.

Handoko mengungkapkan, kebanyakan HRD menilai kebohongan hanya dari gestur. Misalnya, kalau jabat tangannya tidak erat, pelamar dinilai ragu. Juga, mereka yang duduknya tidak tegap dinilai tak bisa tegas.

Padahal, hal tersebut belum tentu benar. Sebab, ilmu-ilmu seperti itu sudah sering diajarkan dalam buku-buku di pasaran.

Nah, dalam ilmu lie detector, tolok ukur untuk menilai seseorang bohong atau tidak harus dilakukan berjenjang. Seorang jujur atau tidak, menurut Handoko, bisa terpancar dari penilaian di 5+1 kanal kebohongan.

Lima kanal yang utama itu adalah penilaian pada wajah, gestur, suara, kata-kata, dan gaya bicara. Lalu, satu kanal tambahan ialah reaksi kimia. ”Reaksi kimia itu bisa dicek dengan poligraf. Misalnya, denyut jantung, pernapasan, atau perubahan pigmen kulit,” jelasnya.

Handoko mengatakan, orang yang bohong sering bocor pada satu di antara lima kanal kebohongan. ”Yang sering tak bisa dimainkan itu ekspresi wajah. Kalau yang lain masih bisa dimainkan,” ujar peraih gelar master manajemen dari Asian Institute of Management, Filipina, itu.

Menilai ekspresi wajah sendiri terdiri atas dua cara, yakni mikro dan makro. Ekspresi wajah mikro biasanya terjadi sangat cepat (1/25 detik) dan sulit ditutupi. Untuk menilai ekspresi mikro, diperlukan konsentrasi dan ketenangan tinggi. Hal tersebut sering dilakukan melalui pengamatan video rekaman.

Sebaliknya, perubahan wajah makro tidak begitu cepat dan gampang ditutupi. Misalnya, orang sebenarnya marah, tapi disembunyikan dengan cara tersenyum.

Analisis kebohongan memiliki beberapa teknik. Yakni, statement validity analysis (SVA), scientific content analysis (SCA), dan reality monitoring (RM). SVA merupakan teknik menganalisis sebuah cerita atau kejadian secara utuh. Berikutnya, RM menganalisis potongan kalimat dalam sebuah kejadian atau cerita. Yang paling rumit SCA. Sebab, teknik itu menggabungkan analisis percakapan dan tulisan tangan.

Handoko menampik bahwa mereka yang belajar lie detector malah mahir berbohong karena tahu teknik-teknik pendeteksiannya. ”Justru alam bawah sadar mereka sebaliknya. Takut ketahuan kalau berbohong. Memori otak mereka sudah dijejali teori-teori kebohongan,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan