Upaya Handoko Gani Populerkan Ilmu Pendeteksi Kebohongan

Setiap episode tayangan bergenre drama kriminal tersebut nyaris tak terlewatkan oleh pria kelahiran Jakarta, 40 tahun lalu, itu. ”Mungkin salah satunya saya terpengaruh film tersebut,” ujarnya.

Drama seri yang dibintangi Tim Roth (Dr Cal Lightman) itu kerap mengilhami Handoko ketika tengah menangani sebuah brand. Termasuk ketika dia menggarap personal branding istrinya, Deborah Dewi, yang dikenal sebagai ahli grafologi.

Menurut Handoko, menggarap branding seorang ahli grafologi dituntut sebuah kejujuran. Sebab, yang ”dijual” memang hal tersebut. Berbeda dengan merek di bidang lain yang kadang justru harus ”berbohong” untuk menarik perhatian target pasarnya.

Handoko memutuskan untuk belajar lie detector pada akhir 2014 juga karena ingin bisnis jasa analisis yang dirintis Dewi bisa lebih berkembang. ”Kalau grafolog kan analisisnya masih bergantung medium tulisan tangan. Kami berdua ingin bisa melakukan analisis tanpa bergantung medium.”

Selama ini kepakaran Handoko telah sering disalurkan untuk membantu sejumlah instansi. Di kepolisian, misalnya, dia menjadi ahli untuk beberapa kasus. Termasuk yang banyak menyita perhatian, yakni kasus pembunuhan Mirna Salihin yang dikenal dengan ”kopi sianida”.

Sayang, Handoko tak mau membeberkan analisis lie detector dalam penyidikan kasus Mirna. Namun, dia menulis hipotesis awal perkara itu di blog pribadinya di www.handokogani.com.

Analisis terhadap perkara Mirna tersebut ditulis terperinci oleh Handoko. Dia menganalisis kebohongan Jessica Wongso (tersangka pembunuhan) dari beberapa video tayangan wawancara media.

Selain di kepolisian, Handoko melatih sejumlah orang di KPK. Namun, dia tak mau menyebutkan nama-nama yang dilatihnya. Dia hanya menunjukkan grup chatting yang berisi orang-orang di lembaga antirasuah tersebut.

Selama ini yang belajar lie detector ke Handoko bukan hanya penegak hukum. Ada berbagai latar belakang profesi. Ada ibu-ibu yang memang mencurigai suami atau anaknya. Tapi, yang terbanyak tetap profesional dari berbagai bidang. ”Ada tim (pendeteksi, Red) fraud dari bank dan HRD,” ungkapnya.

Dia berharap ilmunya itu bisa diaplikasikan para HRD. Sebab, berdasar penelitian di Inggris, 60 persen pelamar kerja melakukan kebohongan. Entah dari curriculum vitae yang dibuat atau apa yang disampaikan saat wawancara.

Tinggalkan Balasan