Ujung-ujungnya, sebagian besar elemen menganut paham nasionalisme sempit. Padahal, pemikiran itu dinilai justru mencegah Indonesia naik kelas dalam kategori negara maju. Seakan-akan negara menutup diri terhadap ilmu yang dibawa orang-orang dari negara lain.
Dia menambahkan, pemerintah selama ini lebih berpikir melindungi masyarakat lokal dengan menghalangi arus modal dan pekerja global. ”Bukannya berkonsentrasi untuk memperkuat daya saing perusahaan dan para pekerja di Indonesia. Sikap nasionalisme sempit seperti ini menurut saya perlu diubah,” terangnya.
Selain mencegah sumber daya manusia (SDM) nasional untuk berkembang, nasionalisme sempit mempersulit perkembangan ekonomi Indonesia. Saat ini banyak pengusaha Indonesia yang menyimpan ide bisnis brilian, tapi tak punya akses modal. Itu disebabkan pemodal lokal cukup sulit ambil bagian, tapi akses bagi investor asing dengan skala kecil menengah dibatasi pemerintah.
”Pemerintah juga terus menyatakan ingin mendukung UMKM. Tapi, tidak mungkin semua ide bisnis diakomodasi permodalan Indonesia. Sebaliknya, pemodal asing untuk skala UMKM susah masuk,” ujarnya.
Dia pun meminta semua masyarakat Indonesia lebih percaya diri dalam berkarir atau berusaha di mana pun berada. Tentu bukan hanya dengan menerima modal dan pekerja asing sebanyak-banyaknya. Dia pun mendorong generasi muda agar juga ikut berkarya di negara-negara lain. Sebab, para diaspora pasti bisa membantu posisi Indonesia untuk terus meningkat di masa depan.
”Kalau sekarang, seakan-akan Indonesia minder jika harus bersaing dengan negara lain. Padahal, saya sendiri melihat bukti kesiapan generasi muda Indonesia menghadapi negara lain,” katanya. Dia mencontohkan para developer dari Jogjakarta yang dirinya pekerjakan. ”Pekerjaan mereka sangat memuaskan, bahkan lebih bagus daripada lulusan luar negeri,” ungkapnya.
Nadiem sama sekali tak berkeberatan saat ditanya kemungkinan bakal diolok-olok sebagai orang yang kebarat-baratan. Sebab, dia tahu betul bahwa era saat ini bukan hanya tentang negara-negara Barat. Namun, sebuah dunia saat semua elemen diminta untuk berinovasi dan terbuka terhadap perbaikan. Soal nasionalisme, dia yakin semua itu tak harus dijalankan secara keras.
”Semua itu kan untuk membuat Indonesia maju. Sudah ada contoh jelas bagaimana sikap terbuka bisa membawa manfaat,” ujarnya. Dia menyebut Singapura dan Amerika Serikat yang menjadi negara dengan ekonomi terdepan, tapi lumayan terbuka terhadap imigran.