Kamumu, Desa di Sulawesi Tengah dengan Beragam Aturan ”Orisinal”
Agar tertib dan indah, penduduk Desa Kamumu dilarang ngerumpi, jemur pakaian di pagar, dan bertelanjang dada. Mengonsumsi alkohol juga verboden pada hari-hari tertentu. Lancar kendati tak ada badan pengawas khusus.
FAJRI RAHMADHANI, Luwuk
—
ANDA doyan ngerumpi? Atau gampang sekali lepas baju atas, entah karena sumuk atau dengan maksud pamer ”bodi pekerti” yang six-pack? Kalau termasuk salah satu kategori tersebut, apalagi dua-duanya, jangan pernah punya keinginan mampir ke Desa Kamumu
Kalau nekat, ya siap-siap saja bawa uang tunai dalam jumlah besar. Sebab, sekali Anda mulai rasan-rasan, ”Eh, pak anu itu kok tampangnya…,” langsung saja priiit: bayar Rp 300 ribu!
Begitu Anda merasa bahwa cuaca desa yang terletak di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, itu teramat terik dan hendak mencari semilir angin sembari melepas kaus, priiit: setor Rp 50 ribu!
Begitulah cara desa yang dipimpin Wiliam Monggesang itu menjaga ketertiban, kerapian, dan keindahan. Lewat beragam aturan ”orisinal” yang bakal sulit ditemui di desa lain. Tak cuma di seputaran Luwuk atau Sulawesi Tengah, mungkin juga Indonesia.
”Boleh ngumpul-ngumpul, tetapi tidak boleh sampai menjelekkan orang lain. Apalagi jika yang dibicarakan itu tidak benar,” tutur Sekretaris Desa Kamumu Jafar Labola tentang aturan larangan ngerumpi kepada Luwuk Post (Jawa Pos Group).
Di luar larangan ngerumpi dan berjalan sembari bertelanjang dada, Kamumu juga melarang warganya menjemur pakaian di pagar. Larangan lain di desa berpenduduk 788 jiwa itu adalah menenggak alkohol saat malam Minggu dan malam Senin. Semua ternak warga juga harus diikat, tak boleh dibiarkan berkeliaran.
Cuma, bedanya, larangan ngerumpi, bertelanjang dada, dan menjemur pakaian resmi dituangkan dalam peraturan desa (Perdes) yang berlaku sejak 2012. Sedangkan larangan menenggak alkohol pada malam Minggu dan malam Senin serta aturan bahwa ternak harus diikat merupakan konvensi alias kesepakatan warga.