Mengenang Edhi Soenarso, Maestro di Balik Tiga Tetenger Ikonis Jakarta

Bikin Sketsa setelah Bung Karno Bilang, “Begini lho, Ed”

Edhi Soenarso berpulang dengan meninggalkan karya-karya yang mengandung semangat kebangsaan tinggi. Patung Pembebasan Irian Barat paling dia kenang.

DWI AGUS, Sleman

HILMI S – DIAN W, Jakarta

TELAH puluhan tahun lewat, tapi Anies Baswedan masih mengingat betul suasana bengkel kerja itu. Benda-benda bernilai berserakan di berbagai sudut. Juga, sang pemilik tak pernah melarang dia dan rekan-rekan sebaya bermain di sekelilingnya

Dari bengkel di Kaliurang, Jogjakarta, itu pula, wawasan Anies tentang seni bertambah. ”Saya pun mulai memahami seluk-beluk dunia seni rupa, khususnya patung,” kenang pria yang kini menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan itu.

Tak heran, Anies merasa sangat kehilangan begitu mendapat kabar bahwa Edhi Soenarso, pematung sekaligus pemilik bengkel kerja di Kaliurang itu, meninggal dunia Senin malam lalu (4/1). Mantan rektor Universitas Paramadina itu pun menyempatkan datang ke rumah duka untuk memberikan penghormatan terakhir kemarin (5/1).

Di rumah duka yang terletak di Desa Nganti, Mlati, Sleman, Jogjakarta, Anies juga memimpin salat jenazah pematung yang berada di balik berbagai monumen ikonis di penjuru Indonesia tersebut. ”Saya tak akan pernah melupakan cara beliau mempertautkan kami, anak-anak kecil yang biasa bermain di bengkelnya, dengan seni,” ujar Anies.

Tiga karya yang paling dikenal dari pria kelahiran Salatiga pada 2 Juli 1932 itu menjadi tetenger Jakarta sampai kini. Yaitu, Patung Selamat Datang di Bundaran HI, Patung Dirgantara di Pancoran, dan Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng.

Sejarawan Asvi Warman Adam menyebutnya sebagai seniman dua zaman. Karya-karyanya mewarnai wajah Indonesia sejak era pasca kemerdekaan. Di luar tiga tetenger terkenal Jakarta itu, Edhi juga melahirkan Monumen Tugu Muda di Semarang, Monumen Yos Sudarso di Biak, diorama sejarah di Museum Tugu Pahlawan Surabaya, serta Monumen Jogja Kembali dan diorama Museum Benteng Vredeburg, keduanya di Jogjakarta.

Karya terakhirnya adalah Monumen Pala Cengkeh di Ternate, Maluku Utara, yang baru dipasang akhir Desember 2015. ”Bapak kena stroke sudah lama, tapi masih bisa jalan meski jaraknya tidak panjang. Monumen Pala Cengkeh di Ternate itu, idenya dari bapak. Namun, pengerjaan langsung oleh asistennya,” kata Satya Rasa, anak ketiga Edhi.

Tinggalkan Balasan