Terapi Alam Hingga sampai Modifikasi Kurikulum

Terapi alam ini merupakan salah satu program Pusat Sumber Bandung di SLBN-A Kota Bandung yang berada di Jalan Pajajaran. Program lainnya antara lain, asesmen, tes IQ, tes minat bakat, terapi wicara, terapi musik, konsultasi psikologi, bimbingan belajar, tes kamatangan belajar, narasumber pendidikan, stimulasi dan intervensi.

Terapi semacam ini cocok diterapkan terhadap ABK yang tinggal di kota. Sebab, anak-anak di kota biasa dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Baik oleh lingkungan maupun orangtua. Sehingga, butuh alam sebagai penyeimbang stimulus perkembangannya.

Meski begitu, terapi ini bukan tanpa tantangan. Beda anak, beda pula tantangannya. Namun, yang paling utama adalah tantangan mood. Malah, ada juga anak yang sering mogok jalan. Beda lagi jika yang ikut adalah anak down syndrome. ’’Ya itu sih pinter-pinternya kita aja. Guru SLB selain harus bisa ngajar, harus pinter ngerayu juga dan pintar memuji,’’ kata Rian.

Pintar memuji ini maksudnya dalam menanggapi setiap perkembangan yang anak raih. Misalnya, saat anak yang punya masalah sosial, berani menyebutkan namanya saat berkenalan dengan anak lain. ’’Karena perkembangan sekecil apapun sangat kami hargai. Dan kami selalu komunikasikan perkembangan ini kepada orangtuanya,’’ kata Tri.

Meski begitu, ada saja orangtua yang tergesa-gesa atau ragu dengan terapi alam, karena belum ada perubahan pada anaknya. Padahal, baru sekali ikut. Tri mengatakan, semuanya butuh proses.

Setiap anak unik, dalam terapi alam ini biasanya terlihat sifat-sifat aslinya. Oleh karena itu, ada rencana untuk menambah frekuensi terapi alam ini menjadi seminggu dua kali.

’’Biasanya anak-anak awalnya nggak mau, jijik. Tapi lama-lama nagih,’’ kata Khutamy Khairunnisa atau biasa dipanggil Tamy, guru lainnya.

Perempuan yang jago berbahasa isyarat ini mengatakan, Provinsi Jawa Barat termasuk paling ramah terhadap ABK. Terlebih, Kota Bandung juga baru-baru ini mendeklarasikan diri sebagai Kota Inklusi. Artinya, setiap ABK boleh bersekolah di mana saja asalkan dekat dengan lokasi rumahnya. Tidak harus di SLB.

’’Tapi guru SLB punya kelebihan lain. Harus bisa memodifikasi kurikulum. Karena tidak semua anak bisa dipaksa belajar sesuai kurikulum. Kan ada yang masalahnya learning disability. Jangan sampai mereka merasa diperkosa kurikulum,’’ tandas perempuan berkerudung ini. (tam/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan