[tie_list type=”minus”]Dunia Pendidikan dalam Wacana PPDB[/tie_list]
bandungekspres.co.id– Seolah dunia pendidikan hanya dibatasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sehingga, kilas balik pendidikan Kota Bandung tahun 2015, kemarin, yang digelar Dewan Pendidikan Kota Bandung, mendiskreditkan Peraturan Wali Kota Bandung tentang PPDB dan Peraturan Pemerintah No. 47 dan 48 tentang sistem pendidikan sebagai pesakitan yang harus dipersalahkan.
Fakta itu menyeruak dari lontaran penggiat pendidikan kota Bandung, yang jadi pembicara. Sementara, substansi mengevaluasi yang mencari solusi keberlangsungan sistem pendidikan di kota Bandung, tak disentuh secara utuh.
Dian Feni Asiani, salah seorang anggota Tim Perumus PPDB tahun 2016, mengatakan, PPDB merupakan bagian dari layanan publik, yang seharusnya membuat pelayanan pendidikan lebih bermutu.
Hal yang krusial dari PPDB, jalur afirmasi yang meminta SKTM dicabut. Sementara, peserta dari jalur kewilayahan non akademis yang tidak lolos dan yang hidup bertetangga dengan sekolah harus diterima dan pembagian wilayah, rasio rombongan belajar wilayah SMP dan SMA harus direvisi. ’’itu semua permasalahan nyata,’’ tukas Dian.
Pemikiran Dian yang berkutat di PPDB, semakin kental. Dia menuduh orangtua siswa tidak jujur dan hanya memikirkan pencitraan bersekolah di tempat favorit. Atas referensi itu, Dian berpandangan, sistem rayonisasi harus dipertahankan. ’’Itu guna menghilangkan pencitraan favorit,’’ ujarnya.
Beberapa orang kepala sekolah, rata-rata berpendapat pembiayaan penting ditanggung pemerintah. Sebab, dalam prakteknya, mesti sudah digratiskan masih saja ada pungutan. ’’Seolah Kota Bandung ini jauh dari provinsi. Pengingkaran terhadap sekolah gratis 12 tahun tak pernah ada sanksi,’’ sebut Eko, yang juga pemerhati pendidikan.
Dia juga menuduh komite sekolah sebagai pengumpul duit masyarakat. Padahal, UU melarangnya, sepeserpun uang masyarakat harus dipertanggungjawabkan.
Secara gamblang Kepala SDN Sabang Kurdi menyatakan, dalam mengelola sekolah jangan sampai ada ’’dusta di antara kita’’. ’’Semua harus transparan, akuntabel, dan diaudit. Kita buka saja kebutuhan standar minimal. Maka, kita tidak akan pernah butuh sumbangan terselubung yang dipungut dari orangtua siswa,’’ tukas Kurdi.
Sebagai sekolah favorit tujuan SKTM, SMKN 3 relatif menjadi rumah kedua dari siswa golongan berkebutuhan khusus. Namun demikian, sisi akademis dan ekonomis tak mengganggu KBM. ’’Memang tidak mudah, tetapi harus siap,’’ ujarnya.