Latar Sibolga, tapi Gambarkan Keberagaman Indonesia

Elemen budaya Batak dia sebut ”hanya” 30-40 persen. Ada elemen Melayu, Tionghoa, Jawa, Arab, dan banyak lainnya.

Kisah Jambar Ni Parsubang bermula dari pertemuan Jamila dan Parlaungan. Jamila adalah perempuan cantik putri kiai. Sedangkan Parlaungan anak pendeta. Dia harus lari dari kampungnya demi memperjuangkan cinta dengan membentuk rumah tangga bersama Jamila.

Namun, setelah mempunyai anak, dia sadar bahwa tidak boleh lari dari adat. Dia pulang dengan membawa istri dan anaknya, Hasonangan. Hasonangan itulah yang kelak menjadi cucu kesayangan, pemersatu dua keluarga yang berbeda agama dan kultur.

Setting dan isi cerita mayoritas diambil dari apa yang dilihat dan dirasakan Albiner sebagai putra Sibolga. ”Masa kecil saya dari lahir, SD, SMP, SMA, sampai (menjadi) komandan kodim di Sibolga,” urai suami dr Giriwati Yogasara MARS yang berasal dari Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta, itu.

Selanjutnya, dia bertugas dalam Paspampres di Padang, Jakarta, dan Papua. Kemudian, dia menjadi kepala biro pers istana sejak September 2014 hingga Agustus 2015.

Ayah tiga anak tersebut suka menonton film-film petualangan. Dia juga penikmat tayangan yang bernuansa kultural. ”Saya paling suka nonton Mahabharata versi India, versi wayang Jawa, suka sekali,” ungkap dia.

Tapi, tetap saja pengalaman terjun langsung sebagai sutradara dalam sebuah drama musikal merupakan tantangan besar bagi Albiner. Karena itu, semakin dekat dengan waktu pementasan, semakin deg-degan pula dia. ”Istri sampai bertanya kenapa saya terlihat gelisah, mau tidur rasanya tidak tenang.”

Durasi persiapan pementasan itu praktis hanya 27 hari. Latihan setiap hari membuat waktu istirahat Albiner berkurang. Karena itu, dia melengkapi diri dengan suplemen makanan.

Mengarahkan produksi seni pertunjukan serta menangani pemain dan kru membuat Albiner merasakan bahwa disiplin dalam seni lebih berat daripada militer. Lalu, apakah dia tergolong sutradara galak?

”Tidak juga. Beliau mengayomi dan ada saatnya memang harus galak, lebih tepatnya disiplin,” kata Gusti Mayani yang turut andil dalam pemilihan pemain dan penyusunan skenario.

Memang, sebelumnya sebagai birokrat, orang-oranglah yang harus mengerti dia. Tapi, dalam proses produksi drama musikal itu sebaliknya, Albiner-lah yang harus memahami seluruh tim dan pemain. Di proses awal, ada sesi bedah naskah bersama untuk menggali pemahaman dan pendalaman karakter dari tiap pemeran.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan