[tie_list type=”minus”]Sarana-Prasarana Tempat Hiburan Belum Standar[/tie_list]
bandungekspres.co.id– Teori api itu besar dari kecil, sebenarnya tidak berlaku. Pasalnya, ketika masyarakat sejak dini mampu mengendalikan, kehadiran petugas pemadam kebakaran di lokasi bencana menjadi makin minim.
Tentu saja untuk mencapai pada tataran tersebut dibutuhkan kesadaran prima dari masyarakat. ’’Melengkapi tempat tinggal dengan APAR (alat pemadam api ringan) menjadi kebutuhan dasar tiap warga,” kata Kepala Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung Ferdi Ligaswara, kemarin.
Secara umum, bagi kota besar seperti Bandung, manajemen proteksi kebakaran harus dari berbagai sisi. Saat ini, teori yang dikembangkan DPPK menjadikan masyarakat sebagai objek sekaligus sebagai subjek. ’’Sarana prasarana harus ideal termasuk juga kemampuan SDM-nya,” tukas mantan kepala Satuan Polisi Pamong Praja ini.
Bilamana dirinci lebih spesifik, untuk bidang usaha, ketersediaan sarana-prasarana pencegahan kebakaran di tempat hiburan belum seluruhnya memenuhi standar. Sehingga, DPPK secara terus menerus melakukan pengawasan secara intensif. Hasilnya, DPPK memberikan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti pengusaha hiburan. ’’Yang sangat prioritas terkait petunjuk jalur emergensi. Bidang itu tak dibekali arah yang jelas. Terjadi bencana sangat membahayakan pengunjung,” ujarnya.
Di samping itu, banyak tempat hiburan tak dirancang sejak awal, bahkan masih banyak menggunakan gedung-gedung tua. ’’Peristiwa di Manado harus jadi cermin. Kita jangan menunggu korban. Menerapkan manajemen ketahanan proteksi menjadi wajib hukumnya,“ sebut Ferdi.
Di tempat terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Folmer Silalahi menyatakan, sudah saatnya menerapkan manajemen gedung. Ketersediaan alat pemadam kebakaran di tempat hiburan, dinilai dirinya belum terlalu optimal. Padahal, mengacu pada Perda Nomor 12/2012 yang isinya pencegahan dan penanggulangan wajib disediakan pelaku usaha.
Berdasarkan pengamatan Komisi C, untuk bangunan baru mayoritas sistem proteksi sebatas standar. Sedangkan pada bangunan lama rata-rata belum optimal. ’’Walaupun setahun sekali DPPK melakukan pengecekan bangunan sistem proteksi gedung, tapi masih banyak peristiwa kebakaran. Seperti jeda waktu itu perlu diperpendek,” pungkas Folmer. (edy/vil)