Konsekuensi Keterlambatan Proyek

[tie_list type=”minus”]Pemkot dan Pengusaha Dapat Dituntut[/tie_list]

SUMUR BANDUNG – Konsekuensi kegagalan penyelesaian proyek pembangunan yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Baik Pemerintah Kota Bandung maupun pengusaha pemenang lelang/penyedia jasa dapat dituntut secara hukum.

Peraturan LKPP No. 14/2012 besarnya denda kepada penyedia atas keterlambatan atau 1/1000 (satu perseribu) dari harga bagian kontrak yang tercantum dalam kontrak dan belum dikerjakan.

Sementara mengenai tata cara pembayaran denda diatur di dalam Dokumen Kontrak. ’’Pada intinya setelah keluarnya Perpres No. 70/2012 ketentuan mengenai denda maksimal sebesar 5% sudah tidak diatur lagi,” kata Kepala Bagian Pembangunan Pemkot Bandung Dedi Sopandi, kemarin (5/10).

Menurut Dedi, ketentuan denda keterlambatan proyek sama sekali tidak ada kaitan langsung dengan penghapusan aset daerah yang menjadi objek kegiatan. Sebab, dua pekerjaan itu berbeda garapan.

Ada hal yang perlu diperhatikan lanjut Dedi yang notabene Kepala ULP, keterlambatan akibat lambatnya penghapusan aset dapat dibebankan pada penyedia ataupun Pemkot Bandung.

’’Sisi hukum keterlambatan berlaku bagi dua belah pihak. Mana yang berbuat lalai,” tukasnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Bandung, Riantono menyatakan, aturan hukum yang berlaku dalam mekanisme proyek, bisa saja meloncat tahun anggaran. Tetapi perlu diperhatikan apakah sudah tercantum dalam DPAL.

’’Bilamana tidak, jangankan pembayaran uang muka yang sudah diterima harus dikembalikan,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.

Permasalahan utama pelaksanaan kontrak ketika menghadapi akhir tahun, pelaksanaannya tidak boleh melewati tahun anggaran. Hal tersebut pihak Pemkot hanya melayani permintaan pembayaran sampai dengan tanggal 18-31 Desember (setiap tahun berubah-ubah tergantung Peraturan Dirjen Perbendaharaan tahun yang bersangkutan).

Untuk menghadapi pekerjaan kontrak yang diperkirakan tidak akan selesai tanggal 31 Desember, maka kemungkinan yang akan dilakukan adalah memutuskan kontrak secara sepihak oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dan penyedia barang/jasa dianggap lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

Atas sisa pekerjaan yang belum selesai dilelangkan kembali pada tahun berikutnya atau membuat berita acara serah terima palsu, yang merekayasa progres pekerjaan dengan menyatakan fisik pekerjaan telah selesai (100%) per 20 Desember, namun rekening penyedia barang/jasa diblokir PPK sampai dengan pelaksanaan pekerjaan benar-benar selesai.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan