Peliknya Masalah Citarum

[tie_list type=”minus”]Tingkat Pencemaran Kian Tinggi [/tie_list]

SOREANG – Berbagai media lokal sampai internasional telah merilis bahwa sungai Citarum termasuk satu dari sepuluh sungai terkotor di dunia. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat sedikitnya 20 juta orang sangat bergantung terhadap sungai Citarum.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Barat H Deddy Mizwar kepada wartawan dalam acara penanaman 1 miliar pohon baru-baru ini. ”Sungai Citarum luar biasa strategisnya untuk kehidupan umat manusia, khususnya di lingkungan Jawa Barat. Citarum adalah milik bersama, milik pemerintah nasional, kabupaten/kota dan masyarakat di sekitar lingkungannya,” papar Deddy.
”Bahkan sebuah perusahaan daerah air minum pun, 60 persen suplai air baku sumbernya dari sungai Citarum” tambahnya.
Dikatakan, pencemaran sungai di antaranya akibat kandungan kimia yang cukup tinggi. Itu belum ditambah dari limbah hewan, sampah domestik sampai hajat manusia.
Menyikapi hal itu, untuk pengendalian pencemaran lingkungan pada segmen 1 ini dilakukan di beberapa titik. Di antaranya, mencakup jarak 0-20 kilometer, dimulai hulu situ Cisanti sampai wilayah Majalaya.
Dia merinci, aliran sungai tersebut melalui sedikitnya 71 kawasan industri dan 55 desa dari lima kecamatan: Pacet, Kertasari, Paseh, Ibun dan Majalaya. ”Bahkan 19 desa dan lokasinya berada langsung di kanan kiri sungai,” tuturnya.
Program Gerakan Citarum Bestari (Bersih, Sehat, Lestari dan Indah) 2018 yang telah dikeluarkan oleh Provinsi Jabar ini dinilai bisa menjadi solusi dan membangun kesepakatan seluruh pemangku kepentingan untuk mengembalikan kebersihan sungai Citarum. Dalam program tersebut, mencakup tentang rencana penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu melalui dua pendekatan yakni struktural dan nonstruktural.
Dalam pendekatan structural, pihaknya akan melakukan pembangunan sumur resapan dan biopori, perencanaan dan pembangunan waduk, penataan kawasan peternakan, pengelolaan limbah ternak. Kemudian, pembangunan IPAL Domestik Komunal.
”Sementara secara nonstruktural, kita berfokus pada pengelolaan limbah industri dan melakukan pembinaan, pengawasan ketaatan industri, serta penegakan hukum,” jelasnya.
Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Bandung Ir Atih Witartih mengatakan, sesuai dengan ketentuan pidana Undang-undang PPLH Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 100 bahwa setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan