Saat mengucapkan bait penutup, Baird mengepalkan tangan kanannya tinggi ke atas, lalu memukulkannya ke dada. Baird menjelaskan, Henry waktu itu memegang sebuah pembuka amplop (seperti pisau) yang terbuat dari gading. Jadi seolah-olah menusukkan pisau ke dada sendiri.
Ditirukan oleh Baird, pidato itu memang cukup menggetarkan. Sulit dibayangkan seperti apa suasananya pada 1775 lalu, saat situasi sedang kritis. Baird bercerita, begitu Henry selesai berorasi, semua yang duduk di gereja langsung terhenyak diam…
Tulisan ’’Give me Liberty or Give me Death” itu kemudian banyak disingkat menjadi ’’Liberty or Death” alias ’’Merdeka atau Mati”.
Di luar gereja, ada bangunan lagi yang merupakan gift shop, tempat pengunjung bisa membeli berbagai macam suvenir.
Kaus yang paling banyak dipajang: Kaus polos berbagai warna dengan tulisan ’’Got Liberty?” (Sudahkah Anda Merdeka?).
Tentu saja, ada pula kaus bergambarkan Henry, uniknya sedang naik sepeda, dan dengan tulisan ’’Liberty or Death”.
Sebelum kami pergi, Whiting sempat meminta kami untuk memberikan testimoni via video. Dia sedang membuat video kompilasi respons pengunjung tentang Gereja St. John’s. Dan karena kami dari Indonesia, dan ucapan ’’Merdeka atau Mati” juga dipakai di Indonesia, dia ingin penulis meneriakkannya dalam bahasa Indonesia.
Di ujung testimoni, penulis pun berteriak “Merdeka!”
Kami pun mengucapkan terima kasih, lalu berjalan ke luar. Kembali ke hiruk pikuk di sekeliling gereja, bergabung dengan ribuan penggemar balap sepeda, menyaksikan bagian akhir lomba yang mendebarkan…(*/hen)