Jaksa Agung: Jangan Ragu Gunakan Anggaran

COBLONG – Kurangnya penyerapan anggran di beberapa daerah di Indonesia termasuk Jabar mendapat perhatian serius Kejaksaan Agung RI H M. Prasetyo. Dia mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami keterlambatan. Bukan karena keterpurukan ekonomi, melainkan salah satunya karena kurang penyerapan anggaran pemerintah.
Dia menyebutkan, pemerintah telah menggelontorkan anggaran kepada pemerintah daerah sebesar Rp 376 triliun. Namun, anggaran ini tidak maksimal digunakan. Bahkan, banyak yang disimpan di bank-bank daerah masing-masing.
’’Ini sangat tidak baik, karena bagaimanapun kelangsungan pembangunan di daerah akan memicu pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,” jelas Prasetyo ketika ditemui usai rapat koordinasi, antara Kemendagri, Menkopolhukam bersama Gubernur dan kepala daerah se Jawa Barat di Gedung Bappeda Jawa Barat, kemarin (24/9)
Menurut dia, dalam penggunaan anggaran, prinsip kehati-hatian memang perlu dilakukan. Tapi, kalau sudah ada rasa ketakutan maka timbulnya anggaran tidak akan terserap dan pembangunan akan terhambat.
Beberapa kebijakan yang sudah dan akan dijalankan adalah regulasi-regulasi kebijakan perundang-undangan. Di antarannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Di dalam aturan tersebut kebijakan atau diskresi tidak serta merta akan dipidanakan. Sebab, diskresi seringkali harus dibuat oleh kepala daerah untuk menghindari stagnan atau mandegnya pembangunan di daerah.
Diskresi bila dilakukan tidak akan bertentangan dengan undang-undang. Asalkan, memiliki perhitungan dan pertimbangan yang benar dan bermanfaat untuk masyarakat. Serta, tidak ada penyimpangan dan kecurangan dalam pelaksanaannya.
Sehingga dalam pelaksanaannya, kebijakan diskresi dalam penggunaan anggaran ini harus memiliki alasan jelas. Dengan begitu, tidak akan memuiliki rasa takut dikriminalisasi.
Oleh karena itu, dirinya menginstruksikan kepada penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki porsi bukti yang kuat dan benar, obyektif, proporsional, dan profesional. Ketika ada dugaan dan indikasi penyimpangan, terlebih dahulu akan diserahkan kepada kementrian dan lembaga yang menangani. Lalu, akan lebih mengedepankan pendalaman yang diperiksa pengawasa internal pemerintahan BPKP, dan Inspektorat. Dengan tenggang waktu 60 hari untuk diperbaiki.
’’Nah, penindakan merupakan jalan terakhir. Berdasarkan Inpres Nomer 7/2015, di sana terkesan adanya perlindungan bagi pejabat yang mengeluarkan kebijakan strategis,’’ kata dia

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan