JAKARTA – Regulator harus mulai meningkatkan pengawasan terhadap industri perbankan. Nilai tukar Rupiah terus melemah dan pengalaman dari setiap krisis melanda, jatuh korban dari perusahaan yang bergerak di bisnis keuangan itu sehingga menimbulkan kekhawatiran.
Pengamat Ekonomi Universitas Atmajaya, Agustinus Prasetyantoko, mengatakan dibandingkan 2008 saat terjadi krisis, kondisi saat ini memang masih lebih baik. Namun jika dibandingkan tahun lalu, sudah jauh lebih negatif. ”NPL (rasio kredit bermasalah) bank juga lebih buruk. Profit pasti turun,” ujarnya ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin (17/09).
Meski begitu, menurutnya, kondisi saat ini tetap berisiko. Terlebih, nilai rupiah masih dalam tren turun terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Padahal, sudah ada di level yang cukup mengkhawatirkan. Daya tahan masing-masing bank yang ada di Indonesia menyikapi penurunan nilai tukar Rupiah, menurutnya, satu sama lain berbeda.
OJK mencatat Sejak awal tahun hingga Juni 2015, NPL industri perbankan terpantau secara rata-rata meningkat. NPL gross perbankan tercatat 2,55 persen dan NPL net sebesar 1,25 persen. Selain itu OJK juga mengumumkan sedang melakukan pengawasan khusus kepada satu bank yang masuk kategori buku I (modal inti di bawah Rp 1 triliun) karena salah satunya, NPL bank itu di atas 5 persen.
Jangan sampai dari luar terlihat baik-baik saja namun tidak diketahui kondisi sebenarnya. ”Tahun 2008, Bank Century itu kan tidak pernah tahu sebelum kemudian terungkap barangnya ternyata jelek waktu itu. Nah sekarang ini kan kita tidak tahu apakah ada barang jelek tidak? Ada telur yang ternyata busuk tidak?” ucapnya.
Hanya regulator yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bisa mengetahuinya bersama dengan manajemen bank itu sendiri. Sebelum kejadian, Pras – sapaan akrabnya – menyarankan dilakukan pemetaan lebih mendetail terhadap masing-masing bank agar diketahui profilnya secara lebih spesifik saat ini.
”Balancing perbankan kan tidak ada yang tahu selain regulator dan manajemen banknya mana yang berpotensi bermasalah. Jadi harus dibuat petanya detail tentang potensi bank. Bukan industrinya ya, karena kalau industrinya memang bagus. Tapi, individual bank yang belum tentu jelek, juga belum tentu bagus,” ulasnya.