Namun, dengan luas wilayah maupun jumlah penduduk yang minimalis tersebut, mereka mampu membelalakan mata Eropa dalam babak kualifikasi Euro 2016 yang berlangsung sejak tahun lalu itu.
Hingga delapan laga yang telah dijalani, mereka baru menelan satu seri dan satu kali kalah masing-masing atas Ceko (1-2), serta Kazakhstan dini hari kemarin. Selebihnya, mereka mampu dua kali mempecundangi negara dengan tradisi sepakbola Eropa bagus seperti Belanda maupun Turki yang para pemainnya bermain di liga top Eropa.
Apakah hal itu kebetulan? Sulit untuk mengatakannya jika melihat lawan yang sudah mereka tumbangkan. Karena itu, apa yang menjadi rahasia Islandia sehingga mereka bisa tersenyum lebar tahun ini?
Titik baik negara yang mengandalkan aluminium dan ikan sebagai penopang perekonomian itu dimulai lewat revolusi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Olafur Grimsson tersebut. Sebanyak 20 lapangan standard sepakbola dengan rumput artifial serta 150 lapangan kecil yang dapat dipakai oleh para penduduk dalam bermain bola.
Namun, catatan paling penting yang terlihat dari masa Renaissance sepakbola Islandia adalah ketika eks pelatih KR Sigurdur Ragnar Eyjolfsson menjabat sebagai Direktur Pendidikan KSI (PSSI-nya Islandia). Hingga 2010, tidak kurang dari 630 pelatih muda mendapat kesempatan untuk sertifikasi lisensi kepelatihan tingkat UEFA.
Hal itu diperkuat setahun berselang ketika empat pensiunan pemain dipimpin oleh Arnor Gudjohnsen, ayah dari eks bintang Chelsea Eidur Gudjohsen yang juga dikenal sebagai legenda Anderlecht serta SK Lokeren, memutuskan untuk membentuk akademi sepakbola.
’’20 tahun lalu aku sudah mempunyai ide ini. Namun, saat itu waktuku banyak tercurah untuk karir,’’ ungkap Gudjohnsen seperti dilansir situs resmi UEFA. ’’Ada lebih dari 100 anak yang mendaftar sehingga dengan terpaksa kami harus menutupnya karena kuota penuh,’’ imbuh eks striker berumur 54 tahun tersebut.
Sistem yang mulai terbentuk pada awal 2000-an itu memberikan enam poin penekanan. Namun, yang paling penting terdapat pada poin terakhir. ’’Harapanku melihat anak-anak ini bisa memutuskan langkah ketika memasuki sepakbola dewasa pada usia 17 tahun,” ujar Gudjohnsen.
Ya, keberanian anak-anak muda untuk merantau ke kompetisi luar negeri menjadi kata kunci utamanya. Mayoritas penggawa timnas Islandia saat ini pun melakukannya ketika umur mereka masih begitu hijau.