Mungkin itu pula yang bisa menjelaskan kecintaannya pada dua karya klasik tanah air: Nyanyi Sunyi Seorang Bisu dan Syair Lampung Karam. Yang pertama adalah kumpulan catatan Pramoedya, sedangkan yang kedua syair kesaksian letusan Gunung Krakatau pada 1883 oleh Muhammad Saleh. McGlynn sudah menerjemahkan dua buku favoritnya tersebut menjadi The Mute Soliloquy: A Memoir dan Krakatau: The Tale of Lampung Submerged.
Karena sadar sastra tidak begitu bersahabat dengan gemah ripah, McGlynn pun punya gantungan hidup lain. Sampai kini dia masih tetap menjadi penerjemah lepas berbagai dokumen.
Berbagai kendala itu toh tak pernah sedikit pun mengendurkan semangatnya. Bersama Goenawan, McGlynn kini tengah berjibaku mempersiapkan Indonesia sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 yang akan berlangsung pada 18 Oktober di Frankfurt, Jerman.
McGlynn mengungkapkan, awalnya pemerintah mencanangkan target 200 buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman akan dibawa ke sana. Target tersebut kemudian berubah seiring dengan kondisi yang tidak memungkinkan. Targetnya menjadi 200 buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan Inggris yang akan dibawa ke sana.
Sebagai komite buku dan penerjemahan FBF 2015, McGlynn yakin target itu akan tercapai. ’’Yang tidak akan tercapai adalah kerja sama dengan penerbit Jerman. Dari ratusan buku yang rencananya diedarkan di Jerman, yang tercapai hanya puluhan,’’ ungkap dia.
Kendati demikian, McGlynn tetap yakin Indonesia akan sukses sebagai tamu kehormatan di sana. Modal buku-buku yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris pun bisa dibilang sudah lumayan. Lewat FBF pula, McGlynn berharap akan lebih banyak orang yang mengenal sekaligus menikmati karya sastra Indonesia.’’Semoga juga banyak karya sastra Indonesia yang dipamerkan dilirik penerbit dari negara lain,’’ harapnya.
Tepat pada hari pembukaan FBF 2015, McGlynn akan merayakan ulang tahun ke-62. Terwujudnya harapan-harapan di atas akan menjadi kado yang sangat diinginkannya. (*/c9/ttg/hen)