[tie_list type=”minus”]Komitmen John H. McGlynn pada Sastra Indonesia yang Berbuah Penghargaan [/tie_list]
Melalui Yayasan Lontar, John H. McGlynn terlibat dalam penerjemahan ratusan karya sastra Indonesia. Kini dia tengah berjibaku mempersiapkan Indonesia sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015.
ANDRA NUR OKTAVIANI, Jakarta
BAGI pria yang rambutnya telah memutih itu, Teeuw Award adalah kegembiraan sekaligus kesedihan. Dia bangga karena terpilih memenangi penghargaan bergengsi tersebut. Tapi juga masygul karena menjadi orang terakhir yang menerimanya. ’’Teeuw Award itu turut berkontribusi untuk sastra Indonesia. Sayangnya, ini yang terakhir,’’ katanya dengan nada sedih.
Sastra Indonesia memang menjadi bagian dari keseharian pria bernama John H. McGlynn tersebut. Mungkin bukan cinta pertamanya, tapi hampir pasti akan menjadi cinta terakhirnya.
Puluhan tahun sudah McGlynn turut merawat puisi, novel, atau esai karya para sastrawan negeri yang telah ditinggalinya sejak 1976 itu melalui Yayasan Lontar. Dia mendirikan yayasan tersebut pada 28 Oktober 1987 bersama sejumlah pendekar sastra tanah air, yakni Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Umar Kayam, dan Subagio Sastrowardoyo.
Di Lontar, pria kelahiran Cazenovia, Wisconsin, Amerika Serikat, itu menjadi penerjemah, editor, sekaligus penerbit. Pengabdian panjang itulah yang akhirnya membuat dia terpilih memenangi Teeuw Award bersama peneliti Belanda Hedi Hinzler.
McGlynn menjadi orang non-Indonesia dan Belanda pertama yang dianugerahi award yang didedikasikan untuk mendiang Andries Teeuw itu. Dia adalah guru besar di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Leiden, Belanda. ’’Goenawan (Mohamad) yang pertama memenanginya (pada 1992). Saya yang memungkasinya,’’ katanya dalam bahasa Indonesia yang sangat lancar.
Hingga kini setidaknya sudah 200 buku dengan 500 pengarang yang telah dialihbahasakan dan diterbitkan Lontar. Mulai yang klasik seperti Sitti Nurbaya sampai yang kontemporer macam Supernova.
Buku sastra pertama yang diterjemahkan McGlynn adalah kumpulan puisi karya Sapardi yang diberi judul Watercolor Poems. Sesudahnya, di fase awal berdiri, Lontar berfokus pada karya-karya klasik seperti milik Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. ’’John (McGlynn) memang sangat berkomitmen memperkenalkan sastra Indonesia ke publik internasional,’’ ucap sastrawan Okky Madasari yang pernah bekerja sama dengan McGlynn di ASEAN Literary Festival 2015.