Said mencontohkan pengungkapan kasus dwelling time. Hal itu menunjukan pemerintah belum serius membenahi kebijakan terkait kepelabuhanan. Said berharap dwelling time bukan berhenti pada pengungkapan perkara di Tanjung Priok. Namun kejadian itu juga menjadi trigger perbaikan peraturan kepelabuhanan. ”Banyak pengusaha yang mengeluh beban produksinya tinggi karena dwelling time itu,” ujarnya.
Data yang didapat KSPI, sampai saat ini PHK terbanyak terjadi di Jawa Timur. Menyusul kemudian Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Di Jawa Timur, PHK sudah terjadi di Panasonic Lighting Indonesia di Bangil. Ada 800-an buruh yang telah di PHK.
Industri yang paling rentan terjadi PHK ialah sektor padat karya atau labour intensive. Terutama bidang garmen, sepatu dan tekstil. “Sebab sektor tersebut tergantung order dari buyer,” terangnya. Said memperkirakan jutaaan pekerja dari sektor padat modal atau capital intensive) juga terancam PHK besar-besaran seperti 1998.
Sebenarnya perusahaan telah berupaya mencegah terjadinya PHK. Pada kuartal pertama mereka sudah mati-matian melakukan efisiensi. Upaya itu dilakukan misalnya dengan mengurangi jam kerja buruh. Selain itu ada juga kebijakan merumahkan karyawan.
”Merumahkan itu maksudnya dalam seminggu harusnya 5 hari kerja. Tapi terjadi efisiensi tiga hari kerja, dua hari di rumah,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, situasi ekonomi saat ini memang cukup memberatkan bagi para pengusaha. Namun, hal tersebut tak membenarkan adanya aksi PHK besar-besaran kepada buruh. Menurutnya, upaya efisiensi dengan mengurangi pekerja harusnya menjadi pilihan terakhir bagi pengusaha.
”Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13/2003, pengusaha, buruh, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal tersebutlah yang menjadi pegangan para pekerja supaya tak dipecat segampang itu,” terangnya.
Dia menegaskan, pengusaha tak boleh terlalu manja dalam mengambil keputusan. Sebab, masih banyak solusi lain bagi perusahaan untuk melakukan efisiensi. Salah satunya, kebijakan pengurangan jam kerja selama perusahaan mengalami kesulitan finansial.
”Pengurangan jam kerja pasti dimengerti pekerja jika situasi permintaan memang produk memang tidak bagus. Dengan mengurangi jam kerja, tak perlu lagi ada sistem lembur yang membuat biaya produksi meningkat,” terangnya.