OJK-KPK Sosialisasikan Anti-Gratifikasi

BRAGA – Seorang pimpinan dituntut untuk memiliki ethical leadership. Hal ini sangat berasalan, sebab pemangku jabatan tidak bisa lepas dari banyaknya dugaan gratifikasi.

Mata Uang rupiah dan dolar
Amri Rachman Dzulfikri/Bandung EkspresFLUKTUASI RUPIAH: Teller menghitung mata uang dolar di Golden Money Changer, Jalan IR H DJuanda, Kota Bandung, kemarin (5/5). Nilai tukar rupiah terhadap dolar kembali menembus angka Rp 13.000.

Itu diungkapkan Group Head I Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep R. Suwandha saat menjadi pembicara dalam acara Sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Whistle Blowing Sistem (WBS) dan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) di lantai 2 gedung Bank Indonesia, Jalan Braga Nomor 108, kemarin (5/5).

Asep mengatakan, pemberian gratifikasi erat kaitannya dengan jabatan. Entah dengan alasan memuluskan program atau pun proyek. ”Gratifikasi itu sifatnya kecil dan memperlancar. Pemberian barang atau bahkan pinjaman 0 persen itu sudah termasuk gratifikasi dengan dugaan suap,” ungkap Asep.

Gratifikasi kata dia, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas. Ini terkandung dalam pasal 12B UU No. 13 Tahun 1999. Isinya, meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut, tambahnya, mencangkup baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Tapi, menurut Pasal 12C ayat (1) UU Tipikor, lanjut dia, gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK. Pelaporan tersebut paling lambat adalah 30 hari sejak tanggal diterimanya gratifikasi.

Berkaitan dengan OJK sebagai lembaga Negara, kata dia, OJK berfungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. ”Tentunya OJK berkewajiban memupuk kepercayaan masyarakat melalui penguatan integritas seluruh praktisi atau pelaku industri jasa keuangan,” tandasnya.

Dia mengatakan, OJK juga perlu mendorong pelaku industri jasa keuangan dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan melaporkan fakta dan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan OJK melalui OJK WBS.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan