[tie_list type=”minus”]Hasil Aksi AJI di Hari Kebebasan Pers[/tie_list]
COBLONG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai, polisi sebagai musuh utama kebebasan pers tahun ini. Hal ini diungkapkan AJI dalam aksi memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional di Jalan Ir H Djuanda kemarin (3/5).
Ketua AJI Bandung Adi Marsela menjelaskan, berbagai kasus yang terjadi pada jurnalis mengenai kebebasan mereka dalam bersuara kerap kali dipermasalahkan oleh oknum aparat penegak hukum negara tersebut. Beberapa kasus seperti Kepala Redaksi Jakarta Post yang ditetapkan sebagai tersangka, karena suatu pemberitaan yang disertai karikatur yang ‘menyerempet’ polisi.
“Sampai hari ini status tersangka Meidyatama tidak pernah dicabut, meski dewan pers sudah melayangkan surat bahwa kasus tersebut merupakan ranah UU pers,” terangnya.
Hingga masalah pembunuhan wartawan media massa Bernas Jogjakarta. Yaitu, Fuad Muhamad Syafruddin (Udin) yang kasusnya sudah bergulir selama 18 tahun tanpa kejelasan. ’’Kemudian pada Maret 2015, di daerah Lampung, ada rekan jurnalis yang rumahnya digeledah. Digerebek dengan cara-cara yang beretika,’’ jelas Adi kepada awak media setelah berorasi.
Dia menyebut, sejak 1992 ada 1.123 jurnalis di seluruh dunia terbunuh karena aktivitas jurnalistiknya. Dan 19 di antaranya terbunuh pada tahun 2015. Sementara di Indonesia sejak 1996, ada 8 kasus kematian jurnalistik yang belum diusut tuntas oleh kepolisian. Plus 37 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 3 Mei 2014 hingga 3 Mei 2015.
Bahkan, ada 11 kasus dari 37 kasus kekerasan tersebut yang dilakukan oleh polisi. Sementara enam kasus dilakukan orang tak dikenal dan 4 kasus dilakukan satuan pengamanan. Selain itu, empat kasus dilakukan massa dan lainnya oleh berbagai macam profesi. Oleh sebab itu, melalui aksi ini, AJI menuntut aparat kepolisian untuk menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Dalam aksinya, AJI menggunakan suara lantang tentang menolak lupa untuk kasus yang terjadi pada jurnalis. Terutama, kebebasan bersuara dalam menggali, mengolah dan menyebarkan informasi. Mereka juga berkoar tentang perlindungan jurnalis dari tindak kekerasan. Pesan-pesan itu tampak di berbagai tulisan pada papan, spanduk, dan pantomim yang dilakukan anggota AJI.
Selain menyuarakan soal tersebut, AJI juga menyuarakan imbauan pada masyarakat, agar berhati-hati saat menggunakan media sosial. Dalam Undang-undang ITE Pasal 27 terkait pencemaran nama baik, sudah banyak masyarakat yang terkena getahnya. Oleh karena itu, Adi mengimbau pada masyarakat untuk berhati-hati. Sebab, dari tahun 2008 hingga saat ini sudah ada 76 pengguna internet yang dijerat dengan pidana, berdasarkan UU ITE itu.