CIBEUNYING KIDUL – Parameter dalam mencapai Bandung Sehat, mudah diditeksi tapi sulit dilaksanakan. Indikator mendasar seperti pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung.
’’Tetapi dinas kesehatan akan tetap fokus untuk mewujudkannya,’’ kata Kepala Dinkes Kota Bandung Ahyani Raksanagara kepada Bandung Ekspres kemarin (7/4).
Menurut dia, untuk mencapai puncak pembangunan kesehatan, indikator akhir yang menjadi target adalah tercapainya usia harapan hidup. Meski harapan hidup itu tidak bisa berdiri sendiri, sebab harus ditopang ratusan kegiatan. ’’Ya tetap saja upaya kegiatan kesehatan yang beragam. Pada akhirnya capaian angka harapan hidup yang jadi tujuan,” tegasnya.
Dalam mengukur angka harapan hidup, ada indikator makro lainnya yang bisa digunakan. Dia menjelaskan, misalnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan jumlah balita gizi buruk. Indikator-indikator itu menjadi standar yang digunakan baik secara nasional maupun internasional. Sehingga, Dinkes Kota Bandung juga menggunakan indikator itu dalam menuju Bandung Sehat.
’’Angka kematian ibu dan bayi sangat dipengaruhi oleh kualitas kesehatan reproduksi,” ucap Ahyani. Menurut dia, angka itu juga dipengaruhi oleh usia kehamilan, usia pertama kali menikah, dan usia saat punya anak.
Dari indikator itu, kata Ahyanai, jargon Empat Terlalu, tidak boleh diabaikan. Terlalu muda punya anak, terlalu tua punya anak, terlalu banyak punya anak dan terlalu rapat punya anaknya. Sehingga, manakala itu diabaikan, sudah risiko bila ancaman kematian akan membayangi.
Tetapi melalui program keluarga berencana (KB), itu dapat menunda usia pernikahan, menunda usia kehamilan, menjarangkan dan memberi batas. ’’Itu semua sangat erat hubungannya,” imbuh Ahyani. (mg10/tam)