PLTA Saguling Tercemar Berat

Kawasan Wisata Hanya Angan-angan

RAJAMANDALA – Di balik tingginya debit air untuk suplai listrik, kondisi tersebut seiring sejalan dengan tingginya volume sampah bermuara di PLTA Saguling. Berdasarkan catatan, PLTA Saguling harus mengangkut 1,5 hektar material sampah per hari.

’’Termasuk gulma air (eceng gondok). Dan itu di luar sedimentasi lumpur,” kata Manajer Sipil dan Lingkungan Indonesia Power (PLTA Saguling) kepada Bandung Barat Ekspres, di Komplek PLN Cioray, Kecamatan Rajamandala, kemarin (11/2).

Dia mengatakan, besarnya volume sampah yang bermuara itu berasal dari anak sungai yang bermuara ke Saguling. Tidak hanya sampah rumah tangga, akan tetapi banyak juga material berbahaya lain yang ikut terbawa hanyut.

’’Baik sampah rumah tangga atau pun buangan limbah sama besarnya. Dan itu berpengaruh buruk pada kualitas air dan umur peralatan karena mengalami korosi,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Indonesia Power, jumlah perusahaan yang membuang limbahnya ke anak sungai di Kabupaten Bandung Barat ada sekitar 400 unit (belum termasuk di hulu sungai). Sementara total yang terdata, termasuk yang ada di Bandung dan Kabupaten Bandung ada 700 unit perusahaan.

’’Mereka rata-rata menyalahi aturan dalam pembuangan limbah. Sebab, mereka tidak mau mengeluarkan cost tinggi untuk membuat instalasi pembuangan air limbah (IPAL). Dan, umumnya mereka membuang limbah tersebut pada saat musim hujan,” tuturnya.

Nah, dengan tingginya pencemaran yang terjadi di Saguling berakibat pada buruknya ekosistem. Sebab, kualitas air sudah di level D yang berarti sangat berbahaya.

Contoh dari buruknya kualitas air itu terlihat dari terus merosotnya aktivitas jaring apung (Japung) di sekitar PLTA. Sebelumnya, kata Heryanto, masyarakat sekitar bisa memanfaatkan Saguling untuk berternak ikan. Namun, karena tingginya pencemaran tersebut mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton secara berlebihan (blooming).

’’Teknisnya, limbah yang ada di dasar waduk naik ke permukaan hingga ikan tersebut mati karena keracunan limbah berat. Tapi, ada penelitian lain yang menyebutkan jika blooming tersebut juga disebabkan oleh sisa pakan,” paparnya.

Terkait dengan tingginya pencemaran tersebut Heryanto berharap, itu menjadi pekerjaan rumah bersama. Dan tidak hanya dibebankan kepada Indonesia Power. ’’Dalam artian tidak hanya masyarat, tapi pengusaha dan pemerintah daerah itu bersama-sama mengantisipasi tingginya sampah yang bermuara,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan