Calon Anggota BPK Bikin Resah

JAKARTA – Proses seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kini menjadi sorotan. Komisi XI DPR RI, kemarin menggelar fit and proper test terhadap 32 calon. Sementara, daftar nama yang diperoleh pimpinan DPD RI dari pimpinan DPR sebanyak 62 orang. Ini terjadi karena ternyata pimpinan DPR mengirim dua daftar ke DPD. Yakni melalui surat Ketua DPR Nomor PW/14238/DPR Rl/Vlll/2019, tertanggal 29 Agustus 2019.

Dua daftar yang dimaksud adalah, Pertama, calon anggota BPK berjumlah 62 orang, didukung Fraksi PDIP, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi Hanura. Kedua, calon anggota BPK berjumlah 32 orang yang didukung Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi Nasdem. Namun, Komisi XI DPR memutuskan, jumlah calon yang diajukan ke DPD berjumlah 32 orang.

Hal inilah yang menuai sejumlah protes. Juru Bicara Solidaritas Selamatkan BPK, Adi Prasetyo mengatakan, idealnya pejabat BPK yang diharapkan harus memenuhi tiga syarat. Pertama, integritas rekam jejak yang bagus, dan tidak cacat moral. Kedua, independen. Artinya tidak terkait langsung maupun tidak langsung dengan partai politik. Ketiga, profesional dalam arti memahami pemeriksaan dan pengelolaan keuangan negara.

“Untuk mendapatkan pejabat BPK yang seperti itu diperlukan proses rekrutmen yang profesional, kredibel, dan dapat dipercaya. Namun, pemilihan calon Anggota BPK RI periode 2019-2024 diwarnai berbagai manuver DPR RI. Antara lain indikasi kebohongan publik, indikasi pelanggaran peraturan, serta indikasi politik uang,” ujar Adi saat dihubungi Fajar Indonesia Network (FIN), di Jakarta, Senin (2/9).

Menurut Adi, proses seleksi Anggota BPK saat ini tidak mencerminkan azas keterbukaan dan keadilan. Sebaliknya, seperti panggung sandiwara yang dipenuhi intrik dan kebohongan. Dia menyebut Komisi XI DPR melakukan kesalahan fatal. Yakni wakil rakyat berinisiatif melakukan uji makalah calon Anggota BPK sebagai prasyarat mengikuti tahap seleksi selanjutnya.

“Padahal, tidak terdapat ketentuan yang mengatur uji makalah di dalam UU BPK maupun Peraturan DPR atau Tata Tertib DPR. Uji makalah juga tidak pernah dilakukan sepanjang sejarah pemilihan Anggota BPK. Uji makalah seharusnya dilakukan bersamaan dengan uji kelayakan dan kepatutan,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan