Suka Film, Dampingi Difabel sampai Pelosok

Kehilangan penglihatan seperti tak berpengaruh bagi Jaka Anom. Dia sukses lulus kuliah di kelas inklusif bersama nondifabel. Banyak liku-liku perjuangan selama menuntut ilmu, bekerja, dan berkeluarga seperti yang dituturkan kepada ROHMAN BUDIJANTO dari Jawa Pos.


”APA film yang bagus minggu ini? Kalau saya merekomendasikan The Commuter,” kata Jaka Anom. Ucapan itu mengejutkan rekan-rekan kantor yang baru seminggu dikenalnya. Sebagian dari mereka tersenyum kecil, menyangka si tunanetra itu bercanda.

Ternyata dia serius. Sosok bernama lengkap Jaka Anom Ahmad Yusuf Tanukusuma itu memang penikmat film.

Jaka tahu bahwa banyak yang heran. Termasuk saat dia bersama istrinya, Silvia Attamimi, serta tiga anak mereka –Aliila Nabila, 15; Faatih Othman, 10; dan Khaizan Ferrel, 19 bulan– berada di lobi bioskop di Mataram, Nusa Tenggara Barat, kota tempat tinggal mereka.

Ketika pergi ke toilet, putrinya ditanya oleh calon penonton lain, ”Apakah bapaknya ikut nonton?” Jaka, satu-satunya difabel di keluarganya, menceritakan bahwa anaknya jadi sedikit sewot dan menjawab, ”Iya dong! Memangnya kenapa?!”

Sebenarnya Jaka memang tak benar-benar menonton, tapi ”mendengarkan” film. Di bioskop, dia dibisiki jalan ceritanya oleh sang istri. Meskipun kadang istrinya telat menceritakan isi film karena terlalu asyik menikmati jalan cerita yang tegang.

”Haha… saya harus menunggu. Beda dengan di Blu-Ray, kadang menyediakan deskripsi suara yang tinggal didengar,” kata alumnus komunikasi Universitas Sahid, Jakarta, itu.

Bisa dibayangkan, cara Jaka ”menonton” film seperti menikmati drama radio. Pendengar membuat layar film di benaknya. Sehingga tokoh-tokoh yang dikisahkan lewat tuturan bisa bersilat atau bercumbu dalam teater pikiran.

Film-film yang disukai Jaka, misalnya, It, The Martian, The Angry Love, The Devil’s Advocate, Legend of the Falls, The Crash, dan The Ring. Macam-macam genre.

Bagaimana cara mendeskripsikan kalau nonton Baywatch? ”Haha… saya tidak nonton film seperti itu. Mungkin susah yang mendeskripsikannya,” kata sosok kelahiran Jakarta, 1976, tersebut, lalu terus tersenyum.

Tak hanya nonton, Jaka juga bisa bermain WhatsApp di iPhone-nya. Juga ”membaca” dan membalas e-mail via laptop Asus-nya. Dia memakai fasilitas screen reader (aplikasi pembaca layar). Teks dikonversi menjadi suara, didengarkan via headset. Lalu, dia mengetik untuk membalas pesan WhatsApp atau e-mail. Karena sudah terbiasa pakai laptop yang sama, dia hafal keyboard dan posisi kursor, meski kadang meleset.

Tinggalkan Balasan