Sudah Wafat Masuk 200 Ulama

BANDUNG – Calon Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum dan Ahmad Syaikhu kompak menolak kebijakan Kementerian Agama RI terkait sertifikasi ulama. Alasannya, kata mereka kebijakan tersebut dinilai melecehkan para ulama dan sebagai kebijakan yang asal-asalan.

Ahmad Syaikhu menyayangkan atas dikeluarkannya kebijakan 200 rekomendasi (sertitikasi) ke 200 ulama. Sebab menurut pendapatnya, jumlah sebanyak itu tidak mengakomodir seluruh ulama yang ada di Indonesia mengingat jumlahnya terbilang banyak.

”Iya, tentu sertifikasi ulama ini sebaiknya ada proses yang jelas. Masa dikeluarkan hanya 200. Sementara kebutuhan ulama itu lebih dari itu. Hal itu yang pertama harus diperbaiki apabila Kemenag RI bersikukuh tetap terus mengeluarkan sertifikasi ulama ini,” kata Ahmad Syikhu pada Jabar Ekspres ditemui usai rapat persiapan debat publik ke-3 pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat di Ruang Rapat Pleno KPU Jabar Jalan Garut Nomor 11 Bandung, kemarin (23/5).

Kemudian jelas Syaikhu, dampak dari ulama yang tidak disertifikasi harus dijelaskan Kementerian Agama RI. Apakah masuknya ilegal atau legal atau seperti apa. Lalu yang harus dipertimbangkan juga ada polemik di tengah-tengah masyarakat terutama para ulama.

”Banyak hal yang harus diperbaiki, seperti dampaknya. Jadi jangan terkesan asal-asalan dalam mengeluarkan kebijakan sertifikasi ulama ini,” jelasnya.

Sebab dirinya melihat data 200 rekomendasi yang dikeluarkan Kemenag RI ada banyak nama ulama yang sudah meninggal. Sehingga, kebijakan ini terkesan asal-asalan dan apabila kebijakan ini terus dikeluarkan maka data harus diperbaiki.

”Masa ulama yang sudah meninggal masih ada dalam data 200 ulama yang direkomendasikan oleh Kementerian Agama RI,” ujarnya.

Disisi lain, pihaknya menolak apabila tujuan utama dari dikeluarkannya sertifikasi tersebut sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran paham terorisme atau radikalisme. Sebab, justru menjadi terorisme terkesan dari Islam dan dari ulama. ”Namun, apabila tujuannya untuk meningkatkan kualitas ulama itu baru saya setuju,” terangnya.

Tetapi, tetap indikator atau kualifikasi masuk tersertifikasi ulama oleh Kementerian Agama RI harus jelas. Seperti Kemenag RI harus bisa menentukan standarisasi hingga sertifikasi tersebut diberikan ke para ulama, dan dampak dari ulama yang tidak mendapatkan sertfikasi pun harus jelas solusinya atau penanganannya. ”Jadi minimal harus ada prolognya lah, jangan tiba-tiba keluarkan rekomendasi (sertifikat) ulama,” tutupnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan