PAD Pajak Air Bawah Tanah Terjun Bebas

CIMAHI – Pemerintah Kota Cimahi menargetkan sebesar Rp 4.346.272.600 untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak air bawah tanah di 2018. Namun hingga triwulan ketiga, perolehan PAD dari pajak air bawah tanah baru mencapai Rp Rp 2.148.279.469 atau kurang 50 persen dari yang ditargetkan.

Sekretaris Badan Pendapatan Daerah Kota Cimahi, Muhamad Ronny mengatakan, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Air Bawah Tanah di Kota Cimahi tahun 2018 terbilang masih rendah.

”Hingga Agustus 2018 baru sekitar 50 persen yang masuk,” katanya, di Komplek Perkantoran Pemkot Cimahi, kemarin (1/10).

Menurut Ronny, ada berbagai persoalan mendasar yang menjadi penyebab raihan pajak belum mencapai 50 persen, salah satunya adalah pajak untuk September yang belum tertagih karena adanya pergantian pejabat. Sehingga dari pergantian tersebut, berdampak pada keterlambatan surat ketetapan pajak daerah. Akibatnya pajak air bawah tanah bulan ini belum masuk ke kas daerah.

”Ada (juga) yang meminta untuk penundaan pembayaran atau jatuh tempo. Ada beberapa di antaranya. Jadi kurang 50 persen sampai Agustus,” ujarnya.

Ronny menjelaskan, saat ini total Wajib Pajak (WP) air bawah tanah di Kota Cimahi mencapai 169, dengan jumlah 400 sumur. Sumur yang dikenakan pajak ialah yang memiliki kedalaman minimal 100 meter. Mayoritas WP dimiliki industri di wilayah selatan.

Tarif pajak air bawah tanah sendiri mengalami kenaikan sejak Peraturan Wali Kota (Perwal) Cimahi Nomor 5 tahun 2015 direvisi menjadi Perwal Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dari Rp 500 meter per kubik menjadi Rp 1.500 permeter kubik.

”Ada perubahan Perwal. Mulai berlaku sejak Agustus untuk penetapan September,” jelasnya.

Ronny berharap, dengan adanya kenaikan tarif pajak air bawah tanah saat ini, maka target perolehan PAD sebesar Rp 4.346.272.600 akan tercapai di akhir tahun. ”Kami memiliki waktu sekitar empat bulan lagi untuk merealisasikannya. Tapi kami optimistis bisa tercapai,” urainya.

Meski begitu, ungkap Ronny, harus ada beberapa pembenahan di lapangan. Misalnya, penyampaian informasi tentang kenaikan tarif, kemudian bagaimana pelayanan pengaduan supaya lebih cepat. ”Sehingga saat pelayanan pengaduan keberatan dan sebagainya ini bisa ditetapkan lebih cepat,” pungkasnya. (ziz)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan