JABAR Masagi menjadi fokus program Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebuah penguatan pendidikan karakter. Demi mewujudkan masyarakat Juara Lahir Batin.
***
Jabar Masagi menjadi poin penting untuk dilaksanakan dalam bidang pendidikan. Sebab, konsep Jabar Masagi merupakan pengembangan karakter bagi para siswa yang telah dilakukan pada beberapa kabupaten/kota. Termasuk satuan pendidikan (sekolah).
Lantas bagaimana implementasinya? Apakah guru juga sudah siap dengan Jabar Masagi?
Ketua tim Naskah Akademik Jabar Masagi, Ifa H. Misbach, MA, mengatakan, secara umum, beberapa mata pelajaran di sekolah sudah bisa diperoleh dengan mudah melalui internet. Menyikapi hal itu, maka Ifa berpendapat, implementasi program Jabar Masagi tidak akan menyulitkan guru dalam kurikulum. ”Kuncinya adalah kemauan untuk menyentuh hati siswa,” kata Ifa kepada Jabar Ekspres, beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, implementasi Jabar Masagi oleh guru juga perlu disosialisasikan. Sebab, peserta didik saat ini tak mudah untuk dibentuk jika masih menggunakan pola pembelajaran yang lama.
”Dari pendekatan psikologi, perubahan perilaku terjadi ketika hatinya tersentuh,” ucap Dosen Psikologi UPI (2004-sekarang) itu.
Pada prinsipnya, kata pelatih Guru Bidang Pendidikan Karakter (2013-sekarang) itu, Jabar Masagi sejalan dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Kurikulum 2013. Jabar Masagi hanya berupaya ”membumikan” pendidikan karakter dalam konteks muatan lokal (mulok) budaya lokal sebagai akar untuk mengisi ruh pendidikan karakter. Dengan harapan, tidak tercerabut dari akarnya.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh guru? Menurut Kepala Psikolog Biro Psikologi Melinda Hospital (2005-sekarang) itu, keterampilan yang perlu diasah guru adalah keterampilan sosial dan emosi. Ini sejalan dengan kompetensi sosial dan kepribadian sebagai dua dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru selain kompetensi profesional dan pedagogik (ilmu atau seni menjadi guru).
Oleh karena itu, kata dia, kunci pendidikan karakter adalah keteladanan bukan untuk diajarkan secara dengan metode teoritis. Dan apakah orangtua dan gurunya sudah terampil mengasah keterampilan sosial dan emosi?
Mengasah keterampilan sosial dan emosi menurut penulis Dahsyatnya Sidik Jari: Menguak Bakat & Potensi untuk Merancang Masa Depan Melalui Fingerprint Analysis (Penerbit: Visi Media, 2010) itu perlu. Agar bisa memiliki kepekaan dan empati.