Pengangguran Turun, Tingkat Pendidikan Masih Rendah

jabarekspres.com, JAKARTA – Statistik jumlah pengangguran di indonesia menunjukkan tren membaik. Jumlah angkatan kerja yang dihasilkan lembaga pendidikan pun terus meningkat. Namun, pemerintah masih menghadapi tantangan rendahnya kualitas angkatan kerja. Dari 128 juta orang, lebih dari separuh masih berpendidikan SD maupun SMP.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS),  Tingkat Pengangguran Terbukan (TPT) 2017 mengalami penurunan sebesar 0,11 persen. Pada Agustus 2016, TPT Indonesia masih berada pada 5,61 persen. Pada Agustus 2017, TPT Indonesia menurun ke angka 5,50 persen.

Di sisi lain, angkatan kerja yang dihasilkan Indonesia tahun ini berjumlah 128,06 juta. Jumlah tersebut naik 2,62 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2016 sebesar 125,44 juta orang.

Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja Hary Sudarmanto mengungkapkan, kondisi ini masih terhitung sebuah tantangan bagi pemerintah. Terutama menyangkut tingkat pendidikan angkatan kerja. ”Jumlah angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh lulusan SD-SMP yang mencapai 60 persen,” katanya di Jakarta kemarin (24/11).

Selain permasalahan tingkat pendidikan, indonesia sendiri masih menghadapi problem missmatch, atau ketidaksesuaian antara orientasi pendidikan dan kebutuhan dunia industri. Hery menjelaskan, Pemerintah melakukan dua strategi utama untuk mengatasi hal ini, yakni permagangan, dan Balai Latihan Kerja (BLK).

Hary menjelaskan, sampai saat ini, Kemnaker telah bekerjasama dengan 107 Lembaga Pengirim Pemagangan Luar Negeri. Sedangkan pemagangan dalam negeri, pelaksanaanya tersebar di 32 provinsi dengan melibatkan sedikitnya 7 kawasan industri.

Program ini disambut antusias, Hary menyebut, tahun lalu saja, pemagangan dalam negeri diikuti 25.847 orang peserta. Sementara itu, pemagangan luar negeri diikuti oleh 6.620 orang peserta.

Selain itu, Kemnaker juga memperkuat mutu dan akses Balai Latihan Kerja (BLK) untuk kompetensi angkatan kerja Indonesia. “Sekarang semua bisa ikut pelatihan di BLK tanpa dipungut biaya serta tanpa pembatasan maksimal usia dan minimal jenjang pendidikan,” kata Hary.

Dirjen Binalattas Kemnaker, Bambang Satrio Lelono menjelaskan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih dihadapkan persoalan missmatch. Yakni ketidaksesuaian antara orientasi pendidikan dengan pekerjaan setelah lulus. Oleh karenanya, pelatihan di BLK ini juga bisa memperkuat kompetensi mereka.

Program BLK, kata Bambang  akan dibentuk dengan pelatihan-pelatihan kerja yang fokus pada potensi daerah setempat atau kebutuhan pasar kerja. ”Artinya, pelatihan berbasis demand driven,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan