Pamerkan Lukisan Warga di Atas Saluran Air

Kampung Kreatif Dago Pojok kini menjadi destinasi wisata alternatif di Kota Bandung. Selain turis domestik, tak jarang wisatawan mancanegara mendatangi kampung tersebut. Siapa orang kreatif yang sukses menyulap kampung artistik itu?

SAHRUL YUNIZAR, Bandung

PERMUKIMAN padat penduduk di RW 09, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, tampak beda dengan kampung-kampung di sekitarnya Tembok rumah warga penuh warna. Kreasi seni rupa menghiasi sudut-sudut kampung dengan populasi 3 ribu jiwa tersebut.

Salah satunya di sebuah gang kecil, di atas saluran air. Bak galeri, sejumlah lukisan ditempel di dinding-dindingnya. Kesannya jadi keren.

Dulu kampung itu memang sepi. Tapi kini sudah berubah. ”Sekarang ramai. Ada aktivitas di mana-mana,” ucap Rahmat Jabaril, seniman Bandung, baru-baru ini.

Pria 48 tahun itu punya peran penting dalam pengubahan wajah kampung tersebut. Dialah seniman yang menggagas dan memulai gerakan berkesenian di sana. Hingga akhirnya lahirlah Kampung Kreatif Dago Pojok (KKDP).

”Seluruh karya yang dipamerkan merupakan karya warga. Mulai lukisan, patung, hingga kriya. Semua unik,” kata Rahmat.

Enam tahun lalu KKDP resmi dikenalkan kepada publik. Dari mulut ke mulut dan melalui media masa. Sejak saat itu, gaungnya terdengar luas. Bukan hanya lintas negara, bahkan menyeberang ke beberapa benua.

Namun, perjalanan Rahmat sampai menelurkan ide membangun KKDP sudah berlangsung 13 tahun lalu. Berselang lima tahun, Rahmat menuntaskan tugas sebagai aktivis anti-Orde Baru. Dari Jakarta, Rahmat pulang kembali ke Bandung.

Rahmat tidak lagi berusaha melawan penguasa. Namun, tetap menunjukkan perjuangan dalam memajukan kampungnya, menjaga tanah kelahiran sendiri. Sebelah utara Kota Bandung, misalnya, menjadi perhatian Rahmat. ”Karena pemerintah mengarahkan pembangunan ke perbatasan di utara Bandung,” ucap dia.

Langkahnya diawali dengan membuka kursus gratis kepada anak-anak di kampung tersebut. ”Mulai melukis, menari, teater, bahasa, hingga matematika. Semua pelajaran,” ujar Rahmat.

Rumah Kreatif Taboo. Begitulah warga menyebut tempat kursus yang dibuka Rahmat itu. Tidak sembarangan, ayah tiga anak tersebut sering mendatangkan pengajar yang kompeten. Dia juga membawa koleganya yang mahir berbahasa Inggris untuk mengajar anak-anak kampung itu. Juga mendatangkan pengajar bahasa Mandarin dan bahasa Jerman.

Tinggalkan Balasan