Bupati Majalengka Menolak Kesepakatan Dana Pilkada 2018

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Penandatanganan nota kesepahaman untuk pendanaan Pilkada serentak 2018 akhirnya dilakukan tanpa disertakan oleh Bupati Majalengka Sutrisno. Bupati Majalengka menolak karena merasa keberatan harus menanggung biaya penyelenggaraan Pilkada.

Untuk menghadapi Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2018, Pemprov Jabar mengklaim akan mampu melakukan efisiensi anggaran sampai Rp 400 miliar.

Efisiensi tersebut merupakan usulan bersama DPRD Jabar dan Pemprov Jabar. Dari total anggaran sebesar Rp 1, 6 triliun untuk Pilgub, akan dibagi sesuai dengan porsinya kepada KPU Jabar, Bawaslu, Polda Jabar, Kodam III/Slw dan Polda Metro Jaya.

Sedangkan untuk 16 daerah kabupaten yang menggelar Pilkada di antaranya. Sumedang, Bogor, Purwakarta, Subang, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Garut, Ciamis, dan Bandung Barat. Sedangkan kota yang menggekar pilkada serentak adalah Bandung, Bogor, Banjar, Cirebon, Sukabumi, dan Bekasi.

Menyikapi hal it, Sutrisno menilai, anggaran yang harus disiapkan dengan adanya pendanaan bersama ini malah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Majalengka pada 2013 lalu.

Pada tahun itu, dia mengatakan, anggaran untuk menggelar pilkada hanya sebesar Rp 18 miliar. Anggaran itu digunakan untuk dana KPU sebesar Rp 16,3 miliar dan Rp 1,7 miliar untuk Bawaslu.

Namun, kata dia, dengan adanya pendanaan bersama ini anggaran yang harus dikeluarkan Kabupaten Majalengka untuk menggelar pesta demokrasi ini melonjak tajam. Yaitu mencapai total sekitar Rp 69 miliar.

”Pilkada serentak, logika berpikir saya beban daerah (harusnya) berkurang. Tapi kenyataannya (jauh lebih besar),” kata dia, ketika ditenui di Gedung Sate, kemarin (17/1).

Dia memandang, pendanaan untuk KPU dan Bawaslu sebagian anggarannya telah didanai  Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Teknisnya, KPU mendapat bantuan anggaran sebesar Rp 19 miliar dari Pemprov Jabar. Tapi, kemudian KPU mengajukan lagi sebesar Rp 31 miliar ke pemerintah kabupaten.

Sedangkan untuk Panwaslu, mereka mendapat Rp 7 miliar dari provinsi. Minta lagi ke kabupaten Rp11 miliar. ”Jadi kalau ditotal sebesar Rp 69 miliar. Pada posisi fiskal negara kurang, daerah kurang, secara hitung-hitungan ternyata malah over badget,”  urainya.

Lebih jauh dia menilai, perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada 2018 tumpang tindih. Bahkan dia mengatakan ada pos-pos belanja tambahan yang membuat anggaran yang harus dikeluarkan semakin besar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan