Bencana Datang Lebih Cepat, Jawa Barat Kian Rapuh oleh Kerusakan Alam

Bencana Datang Lebih Cepat, Jawa Barat Kian Rapuh oleh Kerusakan Alam
Petugas gabungan melakukan pencarian korban di lokasi bencana. (Dok BPBD)
0 Komentar

Menurut Herman, anggaran BTT bisa digunakan kapan saja. Selama dibutuhkan karena sifatnya mendesak. Anggara tersebut juga dialokasikan untuk pengadaan alat berat. Kebaradaan alat berat masih minim dan banyak yang sudah rusak. “Pak Gubernur juga, sudah memberikan arahan agar secepatnya melengkapi alat berat,” ungkapanya

Kerusakan Hutan Versi Walhi

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat sudah seringkali menyuarakan mengenai kritisnya kondisi hutan di Jabar. Dalam dua tahun terakhir, luas tutupan hutan menyusut hingga sekitar 43 persen dari total kawasan hutan seluas 792.616 hektare.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengatakan penyusutan terjadi di berbagai tipe kawasan. Hutan produksi, hutan lindung, serta area kelolaan Perum Perhutani rusak oleh pembukaan lahan untuk tambang, properti, kawasan wisata, hingga proyek strategis nasional.

Baca Juga:Tambang Jabar Kian Brutal, Citatah Jadi Korban UtamaDBL Indonesia Buka Donasi ‘Assist for Sumatra’, Target Rp50 Juta dalam Dua Minggu

“Banjir bandang, longsor, tanah amblas, serta fenomena bencana lainnya bukan semata-mata dipicu intensitas hujan yang tinggi,” ujar Iwang secara tertulis, Selasa (2/12).

Dirinya menilai kerusakan lingkungan di Jawa Barat meluas tanpa disertai langkah pencegahan maupun pemulihan yang memadai. “Upaya pencegahan dan perbaikan lingkungan nyaris tidak dilakukan. Bahkan pemerintah terkesan turut melegitimasi kerusakan yang terus berlangsung,” ucapnya.

Penegakan hukum lemah terhadap aktivitas pertambangan. Pada 2023, sebanyak 54 perusahaan tambang tetap beroperasi meski izin mereka telah habis. Sementara pada 2024, ditemukan 176 titik tambang ilegal dengan sebaran terbanyak di Sumedang, Tasikmalaya, dan Bandung.

Di kawasan konservasi yang dikelola Balai Besar KSDA, penurunan status kawasan dan pembangunan fasilitas kerap berlangsung tanpa pengawasan ketat.

Adapun di lahan perkebunan PTPN Regional II, pola kerja sama pemanfaatan lahan dinilai menghilangkan fungsi ekologis. Alih fungsi lahan resapan air turut memperparah situasi.

Setiap tahun, sekitar 20 hektare sawah berubah menjadi permukiman, industri, atau kawasan wisata.

Di sisi lain, 900 ribu hektare lahan kritis belum mendapatkan penanganan serius.

Baca Juga:Jay Idzes Jadi Rebutan, Si 'Fotokopi Gabbia' yang Bikin AC Milan Panas-DinginSinyal Bangkit di Tengah Bencana, Menkomdigi Pastikan Pemulihan Jaringan Sumatra Capai 90 Persen

Walhi menilai mitigasi bencana masih jauh dari optimal dan pemerintah cenderung bergerak setelah bencana terjadi. “Ada bencana hingga viral, baru berbondong-bondong investigasi dan pasang muka seperti pahlawan di siang bolong,” kata Iwang.

0 Komentar