JABAR EKSPRES – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai, dengan semakin tingginya penggunaan sepeda motor, membentuk perubahan pola dalam sistem transportasi.
Pengamat Transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian terkait penggunaan moda transportasi roda dua.
“Kajian MTI di Kalimantan Timur menunjukkan, rumah tangga miskin kota menghabiskan hingga 50 persen pendapatan bulanan untuk transportasi, sebagian besar untuk cicilan dan operasional sepeda motor,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (26/11).
Baca Juga:Tak Nyalakan Sein, Berujung Maut: Akademisi Bedah Faktor Psikologis di Balik Kekerasan RemajaHari Guru 2025, Habib Syarief : Jadi Momentum Revisi RUU Sisdiknas
Menurut Djoko, tingginya penggunaan sepeda motor bukan tanda produktivitas, melainkan bukti kegagalan sistem transportasi publik menyediakan pilihan yang layak.
“Ketika warga miskin harus membeli kendaraan pribadi agar bisa bekerja, transportasi telah berubah dari hak menjadi beban,” bebernya.
Isu yang masih terus jadi perhatian, ujar Djoko, yakni pemerintah tengah menyiapkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres), tentang Layanan Berbasis Platform, yang juga mengatur penggunaan sepeda motor.
*Pokok-Pokok Kebijakan yang Sedang Dibahas Meliputi*
(a) Penetapan tarif dasar dan tarif per kilometer agar pendapatan mitra lebih adil dan transparan, (b) Pembatasan potongan aplikator maksimal 20 persen dari penghasilan kotor, (c) Kewajiban pendaftaran mitra ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, terlepas dari status kerja formal, (d) Transparansi algoritma: pembagian order, sistem penalti, dan penonaktifan akun harus terbuka.
“Masa transisi dan pembinaan bagi aplikator untuk menyesuaikan sistem mereka. Dan yang paling penting, pengaturan fungsi sepeda motor,” ujar Djoko.
“Dimana pemerintah mulai mempertimbangkan pembatasan motor untuk angkutan barang dan logistik mikro, bukan untuk angkutan orang di kota besar,” lanjutnya.
Djoko memaparkan, pihaknya menilai arah kebijakan ini positif tetapi perlu diperkuat secara konseptual dan hukum, agar implementasinya tidak menimbulkan beban ekonomi dan ketidakpastian hukum baru.
Baca Juga:Seminar Nasional dan Forum Diskusi Dies Natalis Fakultas Kedokteran UNPAD, Dudung: Semangat Dokter Muda HarusHari Guru 2025, Akademisi Psikologi: Dedikasi Guru Adalah Pondasi Kemajuan Bangsa
“Status kerja dan perlindungan sosial, pemerintah memang berusaha mem- _bypass_ perdebatan klasik status ‘pekerja atau mitra’, dengan memberi perlindungan minimum,” paparnya.
Djoko menyampaikan, pendekatan ini sejalan dengan tren global, seperti EU _Platform Work Directive_ pada 2024, yang menekankan transparansi algoritma dan pembalikan beban pembuktian status kerja.
