Bandung Kian Dihimpit Sampah, Farhan Dorong Pemilahan dari RW Usai Kuota ke Sarimukti Dikurangi

Bandung Kian Dihimpit Sampah, Farhan Dorong Pemilahan dari RW Usai Kuota ke Sarimukti Dikurangi
Petugas memilah sampah plastik di salah satu Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung berencana memberikan program bantuan Rp200 juta bagi setiap RW yang berhasil menjadi Kawasan Bebas Sampah (KBS). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Krisis sampah kembali membayangi Kota Bandung. Pengurangan kuota pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat tumpukan sampah mulai muncul di sejumlah titik, termasuk kawasan pasar tradisional seperti Pasar Caringin.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menegaskan bahwa pihaknya tengah melakukan langkah cepat dengan memperkuat sistem pemilahan dan pengolahan sampah di tingkat kelurahan dan RW.

Farhan menyebut, pengurangan kuota pembuangan ke Sarimukti bukan hanya masalah teknis, tetapi momentum bagi Bandung untuk bertransformasi menuju pengelolaan sampah berbasis sumber.

Baca Juga:KBB Dapat Kelonggaran Kuota, 700 Ton Sampah di TPS Mulai Diangkut ke SarimuktiSoal Pengolahan Sampah, Pemkot dan Pasar Induk Caringin Masih Buntu

Pemprov Jawa Barat diketahui kembali mengurangi kuota pembuangan sampah Kota Bandung ke TPA Sarimukti, seiring upaya pengendalian beban volume yang sudah melebihi kapasitas.

Kondisi tersebut menyebabkan sebagian area publik dan pasar mengalami penumpukan sampah dalam beberapa hari terakhir. Pasar Caringin, sebagai salah satu pusat distribusi pangan terbesar di Jawa Barat, menjadi titik paling terdampak karena volume sampah organiknya mencapai puluhan ton per hari.

Menurut data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, produksi sampah harian kota ini mencapai sekitar 1.400 ton, sedangkan kapasitas yang kini bisa dikirim ke Sarimukti hanya 700–800 ton per hari.

Artinya, ada sekitar 600 ton sampah per hari yang harus dikelola di dalam kota, baik melalui pengolahan mandiri, TPS3R, atau sistem pemilahan rumah tangga.

Di tengah krisis ini, Farhan mengambil langkah tidak biasa: berkantor bergilir di setiap kelurahan. Kebijakan ini dilakukan untuk memantau langsung kondisi lapangan dan mendorong partisipasi warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.

“Khusus untuk sampah, sekali saya jalan ke seluruh kelurahan, saya kan sekarang berkantor di setiap kelurahan tiap hari. Setiap kelurahan saya pastikan satu tempat untuk melakukan pemilahan dan pengelolaan, terutama untuk sampah organik.” katanya

0 Komentar