“Kita anggap ini program dari kampanye dulu, kemudian direspons masyarakat, sehingga atas adanya respons tersebut membuat MBG sebagai janji politik yang harus direalisasikan,” terangnya.
Jika berbicara untuk konteks pelaksanaan program MBG di wilayah Jawa Barat, karena sudah banyak kasus keracunan, menurut Asep bisa saja Pemprov mengambil langkah bijak.
“Apakah mungkin bisa dihentikan? Bagusnya tidak dihentikan, tapi dialihkan tidak hanya berbentuk makanan,” bebernya.
Baca Juga:Keracunan hingga Pengurangan Menu MBG Terjadi Dimana-Mana Meski Anggaran Ratusan Triliun?Penuhi SLHS, Dinkes Ciamis Gelar Pelatihan bagi Dapur MBG
Oleh sebab itu, menurutnya karena banyak yang saling cubit keuntungan dari program MBG, maka besar potensi menimbulkan dampak kurang berkualitasnya makanan yang disajikan untuk anak-anak.
“Dampaknya pelaksana di lapangan akan cari makanan yang bisa disajikan di harga di situ, terjadilah makanan kurang layak, keracunan segala macam,” ujar Asep.
Asep menjelaskan, jika menarik kondisi lebih jauh untuk anak sekolah di Jawa Barat, banyak keterbatasan dan keminimalan, seperti pakaian seragam, alat belajar hingga transportasi yang perlu dukungan.
Maka menurutnya, cukup ideal apabila program MBG ini dana anggarannya dikonversikan, tidak dijadikan makanan tetapi digunakan untuk kebutuhan para siswa.
“Dikonversikan dalam bentuk uang saja, supaya perputaran proyek MBG di tengah jalan (saling cubit keuntungan) itu, semakin lama bisa semakin dihentikan,” jelasnya.
Asep menilai, jika digunakan untuk sajian MBG bagi siswa sekolah, setiap anak mempunyai selera yang berbeda, sehingga potensi ketidak cocokan terhadap sistem pencernaan cukup jadi salah satu faktor timbulnya keracunan.
Adapun jika tetap dilanjutkan dengan sajian makanan, dia mempertanyakan bagaimana seleksi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), termasuk pengawasan di setiap dapur.
Baca Juga:Cegah Maraknya Keracunan Akibat MBG, Wakil Kepala BGN Minta SPPG Pahami Tentang Ini!
Asep menegaskan, Badan Gizi Nasional (BGN) sudah pernah menyampaikan ada sertifikasi, sehingga harusnya kejadian keracunan dapat dicegah dan diminimalisir.
“Berarti sebetulnya tidak dilihat sertifikasinya, sehingga pelaksana dan pendistribusian tidak banyak diseleksi dari syarat sertifikasi,” tegasnya. (mong/agi/bas/sfr/yan).
