Gaji dan Tunjangan Gubernur dan Wagub Jabar Tembus Rp31 Miliar, Efisiensi Hanya Omon-omon!

Gaji dan Tunjangan Gubernur dan Wagub Jabar Tembus Rp31 Miliar, Efisiensi Hanya Omon-omon!
Ilustrasi Gubernur dan Wakil Gubernur menikmati gaji dan tunjangan mentereng. (Dok. Jabar Ekspres)
0 Komentar

BANDUNG Gaji dan tunjangan Gubernur Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan menuai sorotan tajam di tengah kebijakan efisiensi anggaran. Total anggaran untuk gaji, tunjangan, dan dana operasional bersama Wakil Gubernur Erwan Setiawan mencapai Rp31,02 miliar per tahun (lihat grafis). Ironisnya, anggaran ini tidak tersentuh efisiensi, meski KDM getol memangkas pos anggaran lainnya hingga Rp5,1 triliun.

Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 14 Tahun 2025, gaji dan tunjangan Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Kdh/Wkdh) sebesar Rp2,22 miliar, meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, jabatan, dan insentif pajak kendaraan. Sementara, dana operasional membengkak hingga Rp28,8 miliar, dihitung 0,15% dari PAD Jabar (Rp19,2 triliun). Dana ini diklaim untuk bantuan mendadak seperti bencana, namun dikritik karena kurang transparan.

Sementara untuk anggaran belanja gaji dan tunjangan ASN menembus Rp3,8 triliun, ditambah penghasilan tambahan Rp4,8 triliun, yang mencakup gaji pokok hingga iuran tabungan perumahan (lihat boks).

Baca Juga:Tunjangan Perumahan DPRD Kota Cirebon Tak Kalah Fantastis, Wali Kota Bakal EvaluasiKetua DPRD Kabupaten Bandung Renie Rahayu Tegaskan Ikuti Kebijakan Pusat Terkait Tunjangan 

KDM tampil vokal saat memangkas pos anggaran seperti perjalanan dinas, konsumsi, dana hibah pesantren hingga iklan publikasi media. Namun, sorotan publik tertuju pada ketimpangan. Publik mempertanyakan gaji, tunjangan, dan dana operasionalnya sendiri yang tetap utuh. Kebijakan ini terkesan setengah hati, seolah efisiensi hanya berlaku untuk sektor tertentu, sementara privilese (hak istimewa) pejabat terlindungi.

Sekda Berdalih Regulasi

Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, berupaya meredam kritik dengan mengatakan bahwa besaran gaji dan tunjangan telah diatur dalam regulasi, seperti Peraturan Pemerintah dan Pergub 2021 yang masih berlaku di era KDM. “Penetapan gaji dan tunjangan bukan sembarangan, melainkan berdasarkan payung hukum. Kami menunggu arahan Gubernur untuk evaluasi lebih lanjut,” ujar Herman, kepada Jabar Ekspres, Rabu (10/9).

Herman juga membela Dana Operasional yang jumlahnya mencapai Rp28 miliar. Dia mengklaim dana tersebut kembali ke masyarakat, seperti untuk bantuan mendadak saat bencana. “Itu diatur 0,15% dari PAD. Bersyukur PAD Jabar tinggi, tapi dana ini untuk publik, misalnya santunan rumah roboh yang tak bisa menunggu musrenbang,” kilahnya.

Namun, penjelasan ini dinilai kurang meyakinkan. Minimnya transparansi soal penggunaan dana operasional memicu kecurigaan bahwa alokasi ini lebih sarat kepentingan politis ketimbang kebutuhan publik. Selain itu, Herman menambahkan, sistem penetapan gaji dan tunjangan ASN berbasis merit, dengan mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. “Angka itu hasil analisis jabatan dan beban kerja. Kinerja positif ASN ujungnya untuk layanan publik yang memuaskan masyarakat,” klaimnya. Namun, pernyataan ini terasa kosong ketika masyarakat luas masih bergulat dengan kesulitan ekonomi.

0 Komentar