Rekrutmen yang tertutup dan berdasarkan kedekatan akan melahirkan tim yang bekerja secara tidak objektif dan hanya menjadi perpanjangan tangan kepentingan segelintir orang. Profesionalisme adalah kunci, dan hal ini hanya dapat dibangun melalui proses seleksi yang terbuka dan meritokratis.
Selain itu, sifatnya yang ad hoc atau sementara menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan program. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa tim-tim bentukan kepala daerah seringkali hanya aktif sepanjang masa jabatan sang pemimpin.
Program dan kebijakan yang diakselerasi bisa jadi terhenti atau tidak berjalan konsisten ketika kepemimpinan daerah berganti. Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan sistem dan kelembagaan yang kuat, bukan bergantung pada struktur temporer.
Baca Juga:BAZNAS Jabar Luncurkan Program Pendayagunaan untuk Tingkatkan Kesejahteraan MasyarakatAcil Bimbo Tutup Usia, Bandung Berduka Kehilangan Putra Terbaiknya
Pada akhirnya, masyarakat Kota Banjar sejatinya mendukung penuh setiap inisiatif dan inovasi yang lahir dari pemimpin mereka, asalkan dilandasi dengan niat tulus untuk memajukan daerah.
Keberadaan Tim Akselerasi bisa menjadi berkah jika dikelola dengan prinsip-prinsip good governance: transparan, akuntabel, efisien, dan berorientasi pada hasil yang terukur.
Namun, ia akan berubah menjadi beban birokrasi baru yang membebani APBD dan mempersulit proses pemerintahan jika hanya menjadi simbolisme belaka tanpa substansi yang jelas. Pemerintah Kota Banjar harus mampu meyakinkan semua pihak bahwa langkah ini adalah solusi, bukan sekadar menambah masalah baru.
Masa depan Kota Banjar terlalu berharga untuk dijadikan ajang eksperimen kebijakan yang setengah hati.
