JABAREKSPRES – Di tengah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 dan Hari Nyamuk Sedunia, Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) melalui brand HIT kembali menggaungkan gerakan “Merdeka dari DBD”. Kampanye edukasi interaktif ini membekali ribuan siswa Sekolah Dasar dengan pengetahuan serta kebiasaan hidup bersih untuk mencegah penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD).
Urgensi gerakan ini makin nyata seiring lonjakan kasus DBD. Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 67 ribu kasus di seluruh Indonesia, dengan Jawa Barat sebagai provinsi tertinggi—lebih dari 10 ribu kasus. Data ini menjadi pengingat bahwa ancaman DBD belum surut, dan pencegahan perlu ditanamkan sejak dini.
Sejalan dengan visi keberlanjutan Good & Green, GCPI berkomitmen memberantas penyakit yang ditularkan vektor. Di India, program EMBED berhasil menekan malaria, sementara di Indonesia, fokus diarahkan pada DBD.
Baca Juga:Semangat Membangun Tanah Air Bersama LeichtMixPetugas Rutan Bandung Gagalkan Upaya Penyelundupan Narkotika saat Jam Kunjungan
“Kasus demam berdarah di Indonesia masih sangat tinggi. Yang memprihatinkan, angka kematian banyak terjadi pada anak usia 5–14 tahun. Pencegahan DBD harus dimulai dari kesadaran masyarakat, terutama anak-anak,” ungkap dr. Ina Agustina Isturini, M.K.M, Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI.
Melalui tokoh Super HITO, pahlawan pembasmi nyamuk, para siswa diajak mengenali siklus hidup nyamuk, habitat berkembangbiaknya, serta mempraktikkan langkah pencegahan 3M Plus dan kebersihan lingkungan.
Hari ini, kegiatan diikuti 500 siswa dan 25 relawan, dengan target menjangkau 50 ribu siswa SD di seluruh Indonesia pada 2027. Hingga kini, lebih dari 20 ribu siswa telah merasakan manfaat edukasi ini.
“Kami mengapresiasi inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD secara interaktif. Dengan melibatkan siswa SD, kita mencetak generasi yang peduli kesehatan lingkungan sekaligus agen perubahan bagi keluarga dan masyarakat,” ujar Riswan Desri, Plt. Kepala Seksi SD Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Timur.
Selain pencegahan, edukasi juga menekankan pentingnya deteksi dini tepat waktu. Menurut dr. Miza Afrizal, p.A, Bmedsci.Mkes, salah kaprah yang kerap terjadi adalah pemeriksaan laboratorium terlalu dini.
“Pada DBD, tanda bahaya muncul saat fase kritis, sekitar 72 jam setelah demam. Jika diperiksa terlalu cepat, hasil lab bisa menipu, memberi rasa aman palsu. Padahal sehari kemudian kondisi bisa memburuk. Maka, timing 72 jam ini bisa menyelamatkan nyawa,” jelasnya.
