JABAR EKSPRES – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda Kabupaten Bandung Barat (KBB) sepanjang Januari hingga Agustus 2025.
Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) KBB, sedikitnya 279 pekerja dari 32 perusahaan resmi melapor terkena PHK. Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar.
Kepala Disnaker Bandung Barat, Hasanudin, memperkirakan total korban PHK, termasuk yang tidak melapor, mencapai sekitar 1.500 orang. Angka itu mencerminkan tekanan serius yang dihadapi dunia usaha di tengah gejolak ekonomi global.
Baca Juga:PHK Menggila di Kabupaten Bogor! Lebih dari 4.000 Pekerja Tumbang Karena IniDari Gen Z hingga Korban PHK, Semua Bertaruh Harapan di Job Fair Bandung Barat
“Sektor tambang menjadi salah satu yang pertama terdampak. Tiga perusahaan, yakni CV BPSP, PT BPMI, dan PT PKPI, masing-masing terpaksa melepas 70, 30, dan 30 pekerja. Mayoritas yang terkena PHK adalah warga lokal yang menggantungkan penghasilan dari industri pertambangan,” kata Hasanudin di Ngamprah, Kamis (14/8/2025).
Hasanudin menyebut lonjakan harga bahan baku pasir akibat persaingan ketat menjadi salah satu pemicu. Selain itu, kebijakan pemerintah provinsi juga ikut memengaruhi aktivitas operasional perusahaan.
“Penyebabnya bukan hanya harga bahan baku pasir yang melonjak akibat persaingan, tapi juga kebijakan pemerintah provinsi yang berdampak langsung ke lapangan,” ujarnya.
Selain tambang, gelombang PHK juga menerjang industri garmen. PT Kuanduk, produsen jas ekspor, terpaksa merumahkan 400 pekerja.
Ia menilai, penurunan pesanan tajam disebabkan perang tarif dagang yang dipicu kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sehingga ekspor pakaian ke pasar luar negeri ikut terganggu.
“Industri percetakan dan penerbitan juga terdampak, salah satunya PT Remaja Rosda Karya yang resmi menutup usaha setelah omzet merosot tajam,” katanya.
Hasanudin mengungkapkan, salah satu kendala terbesar dalam mengatasi dampak PHK adalah keterbatasan anggaran. Disnaker KBB hanya mendapat porsi 0,19 persen dari total APBD. Kondisi ini membuat program penanggulangan pengangguran sulit dijalankan secara maksimal.
Baca Juga:PHK Besar-Besaran, Pemerintah Janjikan Ribuan Lapangan KerjaSerbuan Produk Impor Ancam Industri Tekstil, Serikat Buruh Cimahi Konsolidasi Hadapi Gelombang PHK
“Dengan anggaran sekecil itu, sangat sulit untuk membuat pelatihan atau program yang berdampak besar bagi penyerapan tenaga kerja,” keluhnya.
Meski situasi sedang sulit, Hasanudin melihat masih ada peluang kerja, salah satunya melalui penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Ia mencontohkan, Kemenko Jepang baru-baru ini membuka lowongan untuk 800 tenaga kerja Indonesia.
