JABAR EKSPRES – Indonesian Audit Watch (IAW) mengungkap potensi pelanggaran serius yang dilakukan oleh sejumlah emiten besar di sektor telekomunikasi, jalan tol, dan perkebunan sawit. Lembaga ini menilai lemahnya pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) telah membuka ruang pembiaran terhadap praktik yang merugikan publik, mencederai keterbukaan informasi, dan melemahkan integritas pasar modal Indonesia.
Dalam tiga surat resmi yang telah dilayangkan kepada BEI, IAW memaparkan kejanggalan terstruktur yang menyangkut transparansi laporan keuangan, ketertiban konsesi jalan tol, serta indikasi penyimpangan pajak dan transfer harga pada emiten yang sahamnya justru melonjak tajam tanpa informasi yang layak.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, mendesak BEI agar tidak lagi membiarkan praktik yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan keadilan dalam pasar modal. Ia menilai kepercayaan publik dapat runtuh jika pengawasan tidak ditegakkan secara tegas dan independen.
Baca Juga:Philips Raih Rekor MURI: Masak Nasi Serentak dengan 300 Rice Cooker Selama 2 Hari Non STOP: No Basah, No BasiKomitmen Wujudkan “Self Awareness is The New Superpower” di Tengah Krisis Kesehatan Mental Remaja
“Jika tidak, publik berhak curiga bahwa bursa kita bukan lagi tempat pertemuan pasar modal sehat, melainkan arena permainan terselubung yang mengabaikan etika, moral, dan regulasi,” ujar Iskandar dalam keterangannya, Selasa, 15 Juli 2025.
Surat pertama menyoroti praktik “kuota internet hangus” yang dialami oleh jutaan pelanggan layanan prabayar tiap bulan. Nilainya ditaksir mencapai triliunan rupiah per tahun. Namun, emiten besar seperti Telkom (TLKM), Indosat (ISAT), XL Axiata (EXCL), dan Smartfren (FREN) disebut tidak mencantumkan secara eksplisit potensi pendapatan ini dalam laporan keuangan.
“Apakah ini pelanggaran prinsip materialitas menurut PSAK 23 dan IFRS 15? Jika ya, mengapa BEI diam saja?” kata Iskandar dalam surat tersebut.
IAW meminta BEI untuk mewajibkan pengungkapan nilai transaksi dari kuota internet yang telah dibayar masyarakat namun hangus secara sepihak. Tindakan itu dinilai penting demi perlindungan konsumen sekaligus penertiban moral korporasi digital. IAW bahkan menyarankan opsi restitusi publik dan gugatan class action bagi pelanggan yang merasa dirugikan.
Surat kedua menyoroti PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) yang disebut memperpanjang konsesi tol Cawang–Priok–Pluit hingga 2060 tanpa pengumuman resmi. Keputusan ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 dan berimplikasi terhadap valuasi saham CMNP.
