JABAR EKSPRES – Keterbatasan ekonomi mendorong AG (20), seorang penjual ketan bakar asal Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, untuk mengambil jalan pintas yang berujung pidana.
Dalam waktu tiga bulan terakhir, AG nekat memproduksi dan mengedarkan uang palsu dari rumah kontrakannya di Kampung Tipar Timur RT 04 RW 16, Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang.
Bermodal peralatan rumahan dan belajar secara otodidak, AG berhasil mencetak ratusan lembar uang palsu dengan pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Aksinya terendus aparat, dan kini AG harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Baca Juga:Tak jadi Berlaku 1 Agustus, Tarif Impor AS 32 Persen Tunggu Hasil Negosiasi?Persiapan Hampir Final, 103 Percontohan Kopdes Merah Putih Siap Diresmikan!
“Jajaran Satreskrim Polres Cimahi telah mengamankan tersangka AG (20) yang mana terkait dengan pemalsuan mata uang rupiah, kepemilikan, memproduksi, dan mengedarkan uang palsu,” ungkap Kapolres Cimahi AKBP Niko N. Adi Putra dalam konferensi pers di Mapolres Cimahi, Senin (14/7/2025).
Menurut Niko, perbuatan AG melanggar Pasal 244 dan Pasal 245 KUHPidana. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang memalsukan atau mengedarkan uang kertas rupiah, baik yang dikeluarkan negara maupun bank, dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Polisi menyita sejumlah barang bukti dari tangan pelaku, antara lain 77 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu dan 150 lembar pecahan Rp50 ribu yang siap dipotong, serta 184 lembar pecahan Rp100 ribu yang sudah siap edar.
“Selain itu, kami juga mengamankan sejumlah alat produksi seperti stempel bergambar Bank Indonesia dan motif bunga, tinta cetak, stempel UV, hingga 265 lembar kertas roti yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan uang palsu,” papar Niko.
Barang bukti lainnya meliputi botol tinta printer Epson, enam kaleng spray, sepuluh kaleng spray warna clear, skotlet, pisau cutter, dan kaca pemotong.
Lebih lanjut, Niko menjelaskan bahwa pelaku butuh waktu belajar cukup lama untuk memahami proses pencetakan uang palsu hingga akhirnya bisa memproduksi secara sistematis dalam tiga bulan terakhir.
“Untuk sampai ke tahap ini memang dibutuhkan pembelajaran bertahun-tahun. Tapi dalam tiga bulan terakhir, tersangka sudah punya pola produksi dan sistem distribusi yang matang,” jelasnya.
Baca Juga:Tak Sekadar Pengenalan, MPLS di SLB Negeri A Citereup Dirancang untuk Belajar MenyenangkanSidak SMAN 1 Bandung, Komisi V Temukan Siswa Tak Kebagian Meja Buntut Penambahan Rombel
AG diketahui menjual 300 lembar uang palsu seharga Rp100 ribu. Harga tersebut bergantung pada jenis pecahan yang dipesan, apakah Rp50 ribu atau Rp100 ribu.
