8 Bentuk Penyimpangan Umat Beragama di Indonesia yang Menjijikan

Penyimpangan Umat Beragama
Penyimpangan Umat Beragama
0 Komentar

  1. Merampas Hak Beragama

Fenomena lainnya adalah pemaksaan simbol-simbol keagamaan di ruang publik. Misalnya, di Padang, siswa yang bukan bagian dari kelompok mayoritas dipaksa mengenakan atribut keagamaan di sekolah negeri. Alasannya agar terlihat seragam dan sopan. Namun ini bukan soal kesopanan, melainkan soal perampasan hak orang lain. Bukan soal etika, tapi pemaksaan ideologi yang dibungkus dengan moralitas palsu.

Kebebasan warga perlahan dibatasi dan dibungkam atas nama kesalehan. Yang lebih menyedihkan, semakin gencar pendidikan agama diberikan, justru semakin marak pula kekerasan di sekolah. Kita sudah sering mendengar berita tentang siswa SD yang menganiaya bahkan membunuh temannya sendiri hanya karena berbeda keyakinan. Korban dilecehkan, diintimidasi, lalu disingkirkan. Ini bukan cerita fiksi, ini kenyataan, dan bisa ditemukan di berbagai laporan media.

Agama yang konon mengajarkan kedamaian, justru melahirkan “monster kecil” yang kehilangan rasa empati. Mereka diminta menghafal ayat-ayat panjang, tapi tidak pernah diajarkan makna kasih sayang. Mereka disuruh patuh, namun tidak pernah diajarkan untuk memahami.

Baca Juga:Gudang Garam Terancam Bangkrut, Ancaman Rokok Ilegal dan Vape Makin NyataAplikasi AMV Mengklaim Legal dan Punya Kantor Tapi Penghasil Uang Skema Ponzi

Ini bukan pendidikan sejati. Ini adalah konsep moral yang rusak, disebarkan atas nama kebenaran, namun sesungguhnya hanyalah kegelapan yang dikemas dengan manis.

Yang paling mengerikan di dunia ini bukanlah setan, melainkan manusia yang mengaku suci, namun tega menganiaya sesamanya atas nama iman. Tempat ibadah kelompok minoritas kerap kali ditutup, dirusak, bahkan dibakar. Penganiayaan terhadap mereka seolah telah menjadi hal yang biasa.

Alasan yang terus diulang-ulang adalah bahwa mereka dianggap kafir, istilah yang dijadikan pembenaran untuk tindakan biadab. Rumah Tuhan dibom, dan mereka berkata bahwa itu demi membela Tuhan atau dewa-dewa yang mereka yakini. Padahal, sejatinya yang mereka bela bukanlah Tuhan, melainkan kelompok mereka sendiri, interpretasi sempit mereka, dan kekuasaan yang ingin mereka pertahankan. Nama Tuhan dijadikan tameng untuk menutupi ambisi pribadi dan kekuasaan yang menjijikkan.

  1. Alat Bisnis

Ironisnya, justru orang-orang yang mengaku paling rajin beribadah seringkali menjadi yang paling mudah melabeli orang lain sesat hanya karena sedikit perbedaan. Perdebatan kecil dianggap menyimpang. Bahkan sekadar bertanya bisa membuatmu dituduh menyimpang. Maka kini kami bertanya, mengapa orang yang rajin beribadah dan jarang absen dari pengajian justru memiliki hati yang semakin sempit? Mengapa semakin sering kau berdoa, justru semangat permusuhanmu makin membara?

0 Komentar