JABAR EKSPRES – Nama besar Gudang Garam yang selama puluhan tahun menjadi ikon industri rokok nasional kini menghadapi tantangan paling serius dalam sejarahnya. Perusahaan yang didirikan oleh Surya Wonowidjojo pada 1958 itu tengah mengalami tekanan berat, baik dari sisi kinerja keuangan, tekanan regulasi, hingga perubahan pola konsumsi masyarakat.
Saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mengalami penurunan drastis dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada 2019 harga sahamnya pernah menyentuh hampir Rp90.000 per lembar, kini nilainya hanya tersisa Rp9.100 per lembar pada penutupan Jumat, 20 Juni 2025. Penurunan ini menandai koreksi sebesar 89% dari puncaknya sebuah sinyal bahaya yang mengkhawatirkan para investor.
Tak berhenti di situ, pada 8 April 2025 saham GGRM bahkan sempat menyentuh titik terendah di Rp8.675 per lembar. Dari saham unggulan yang dulu dianggap defensif, kini GGRM berubah menjadi contoh nyata betapa rentannya sektor konsumsi jika tidak mampu beradaptasi dengan zaman.
Baca Juga:10 Negara Paling Aman Jika Perang Dunia 3 Meletus, Indonesia Masuk Daftar8 Buah Ini Bisa Pulihkan Sendi, Lawan Nyeri Sendi Lutut dan Bengkak dalam Hitungan Jam
Penurunan harga saham ini sejalan dengan kinerja keuangan perusahaan yang terus melemah. Berdasarkan data dari Kontan, laba bersih Gudang Garam sepanjang 2024 hanya mencapai Rp980,8 miliar turun drastis 81,57% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp5,32 triliun. Pendapatan pun turut amblas dari Rp118,95 triliun menjadi Rp98,65 triliun atau melemah 17,06%.
Segmen sigaret kretek mesin (SKM) yang menjadi andalan utama GGRM masih menyumbang Rp86,62 triliun, disusul sigaret kretek tangan (SKT) sebesar Rp9,36 triliun. Namun tingginya biaya pokok penjualan sebesar Rp89,27 triliun membuat margin keuntungan terus menyempit dan mempersulit ruang gerak perusahaan.
Bukan hanya investor yang merasakan dampak buruknya. Para petani tembakau di Kabupaten Temanggung kini juga ikut menanggung beban. Gudang Garam secara mengejutkan menghentikan pembelian tembakau dari wilayah tersebut. Keputusan ini dikonfirmasi langsung oleh Bupati Temanggung, Agus Setyawan, setelah melakukan pertemuan dengan manajemen Gudang Garam di Kediri.
Langkah ini diduga akibat overstock dan penurunan permintaan secara nasional. Hal ini menunjukkan efek domino dari penurunan industri rokok: tidak hanya di pabrik, tapi sampai ke ladang-ladang petani.
Penurunan performa Gudang Garam tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada sejumlah faktor struktural yang memperparah kondisi perusahaan:
