JABAR EKSPRES – Ribuan sopir truk dari berbagai wilayah di Kabupaten Bandung melakukan aksi unjuk rasa dengan memblokade pintu keluar Gerbang Tol Soreang–Pasirkoja (Soroja), Kamis (19/6/2025).
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Over Dimension Over Loading (ODOL) yang dinilai merugikan para pengemudi angkutan barang.
Aksi dimulai sejak siang dan menyebabkan kemacetan panjang di kawasan Soreang.
Baca Juga:Pirolisis Berpotensi Susut 97 Persen Sampah Plastik Cimahi, Ini Kata Perbanusa!Pembangunan SMKN 1 Cijeungjing Ciamis Diduga Gagal Total, Tersangka di Depan Mata
Para sopir memarkirkan truk mereka di badan jalan, menutup akses utama dari tol ke pusat Kota Soreang selama lebih dari satu jam. Truk-truk tersebut dipenuhi spanduk dan poster berisi tuntutan agar RUU ODOL tidak disahkan.
Ade Rustandi (28), perwakilan dari Asosiasi Sopir Seluruh Indonesia (ASSI), mengatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas nasional para sopir.
“Ini tuh solidaritas semua sopir truk yang ada di Indonesia menolak UU ODOL yang dirasa memberatkan. Kita ini bukan penjahat, kita hanya sopir,” ujarnya.
Menurut Ade, RUU ODOL sangat merugikan para sopir karena berpotensi menjerat mereka dengan sanksi hukum.
“Kalau kita melanggar, bisa ditindak atau bahkan dipenjara. Kita hanya ingin didengar, karena kalau tidak ada sopir, ekonomi Indonesia juga tidak jalan,” tambahnya.
Ia juga mengeluhkan tekanan yang selama ini dirasakan sopir di lapangan.
“Kita sering jadi korban pungli, jadi sasaran premanisme. Bayaran juga kecil, kadang hanya cukup buat makan keluarga. Kalau ada UU seperti ini, kita makin tertekan,” katanya.
Baca Juga:Soal Intensif dan Dorong Rapat di Hotel : Tak Sensitif Terhadap Kondisi Masyarakat dan Rawan Pemborosan AnggaranPemkot Cimahi Naikkan HET Elpiji 3 Kg Jadi Rp19.600, Ini Alasan dan Dampaknya!
Sementara itu, Irvan Dinarya (35) dari komunitas Engkel Mania Indonesia juga menyuarakan hal serupa.
Menurutnya, peraturan ODOL akan sangat merugikan sopir, terutama mereka yang membawa barang-barang seperti sayuran yang harganya fluktuatif.
“Kalau harga sayuran turun, tapi kita disuruh bawa muatan sedikit, jelas rugi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sopir pun sadar soal bahaya ODOL, namun menganggap realitas ekonomi mereka tidak mendukung kebijakan tersebut.
“Kami juga paham risikonya, tapi mau gimana lagi, penghasilan kami kecil. Per hari paling dapat Rp200 ribu, itu pun dari pagi sampai malam,” ujarnya.
Di sisi lain, Koordinator Aksi Sopir Truk Bandung Selatan, Cecep Beetle, menyebut jika aksi ini murni muncul dari solidaritas spontan.
