Sementara itu, kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tetap menarik bagi PMI, khususnya di sektor konstruksi dan pekerjaan rumah tangga. Meskipun tantangan dalam hal perlindungan tenaga kerja masih menjadi perhatian, tingginya permintaan dan gaji yang kompetitif membuat wilayah ini tetap diminati.
Dampak Penurunan Jumlah PMI ke Malaysia
Penurunan signifikan jumlah PMI yang bekerja di Malaysia berpotensi memengaruhi hubungan ekonomi kedua negara. Malaysia selama ini bergantung pada tenaga kerja Indonesia, terutama di sektor perkebunan dan konstruksi, yang menyumbang sekitar 15% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.
Jika tren penurunan ini berlanjut, Malaysia dapat menghadapi kekurangan tenaga kerja, yang berisiko meningkatkan biaya produksi di sektor-sektor strategisnya.
Baca Juga:Lebih Tipis dari Samsung! Inilah Infinix Hot 60 Pro Plus Harga Rp2 JutaanJangan Sembarang Hubungkan WhatsApp ke Aplikasi Penghasil Uang seperti Task All
Di sisi lain, tren ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi tawar dalam negosiasi bilateral. Pemerintah Indonesia telah mendorong Malaysia untuk meningkatkan perlindungan bagi PMI melalui pembaruan nota kesepahaman (MoU) pada tahun 2022.
Namun, implementasi MoU tersebut masih berjalan lambat, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pekerja migran.
Meskipun secara geografis Malaysia tetap menjadi negara tetangga yang dekat, tanpa adanya perbaikan signifikan dalam aspek perlindungan dan kesejahteraan pekerja, penurunan minat PMI untuk bekerja di sana diperkirakan akan terus berlanjut.
Bagi Indonesia, kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperkuat posisi pekerja migran di pasar kerja global, sekaligus mendorong reformasi dalam hubungan ketenagakerjaan dengan Malaysia.
